Jasaview.id

Asal Ajakan Syi'ah, Perkembangan Dan Sekte-Sektenya

Sejarah Munculnya Syi’ah dan Perkembangannya

Pada abad Kepemimpinan khalifah ketiga ialah Ustman Bin Affan r.a, Umat Islam telah mengalami pencapaian yang luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah. Kekuasaan Islam dari kota Madinah telah melebar jauh melewati seluruh wilayah jazirah arab, Irak, Syam, Persia, Persia, Mesir, Armenia, hingga beberapa kepulauan di laut tengah.

Dua khalifah sebelumnya, Abu bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a  yaitu 2 pemimpin umat Islam mempunyai kontribusi besar terhadap pencapain luar biasa tersebut.

Akan Tetapi Ustman – kita tidak melihatnya dari kualitas ketakwaan, kewara’an, ketinggian akidah dan keagungan jihadnya yang tak perlu diragukan lagi – hanya saja dari sudut pandang politik Ustman memiliki tipikal yang berbeda secara kualitas kepemimpinan, dimana Ustman berada di bawah Abu Bakar dan Umar Bin Khatab.  Mungkin sebab umurnya yang sudah mencapai 70 tahun dan juga sifatnya yang lembut.

Bagaimanapun juga kondisi perubahan sosial, ekonomi , politik yang begitu cepat, balasan dari penaklukan kekuasaan yang begitu luas menjadi faktor penting juga.

Pada separuh tamat kurun kepemimpinan Ustman bin Affan r.a, muncul perasaan tidak puas  dan kekecewaan di kalangan umat Islam akhir kebijakan-kebijakan politik yang diterapkannya.

Singkat kisah, kepemimpinan umat Islam berakhir dengan tragis. Utsman r.a dibunuh oleh pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.

Terbunuhnya khalifah Utsman Bin Affan ini menjadi awal mula kekacauan dalam politik umat Islam yang akhirnya menjadikan lahirnya sekte-sekte di badan umat Islam.

Setelah kekacauan di Madinah mulai mereda, penduduk Madinah membaiat Ali Ibn Abi Thalib sebagai khalifah penggantinya. Ali Ibn Abi Thalib sendiri adalah anak paman Rasulullah saw sekaligus menantu dia, yang tidak perlu dipertanyakan lagi ketakwaan dan kualitas kepemimpinannya.

Akan tetapi pembaiatannya ini justru menciptakan dunia Islam terbagi menjadi 2 kubu besar, yang pertama mendukung Ali dan yang kedua mendukung Muawiyah.

Muawiyah yaitu gubernur syam yang sangat lihai dalam berpolitik dan militer dan sekaligus kerabat dari Ustman bin Affan. Kubu Muawiyah tidak menerima Kekhalifahan Ali ra sebelum para pembunuh Utsman diadili dan dihukum.

Singkat dongeng, kekacauan politik ini mencapai puncaknya dengan terjadinya perang siffin adalah perang antara Ali melawan Muawiyah. (Silahkan baca wacana Fitnatul Kubra dalam sejarah peradaban Islam).

Pada Akhirnya perang besar antar muslim melawan muslim ini, berakhir dengan adanya Tahkim.

Setelah terjadinya tahkim antara Ali dengan Muawiyah ini, pengikut Ali terpecah menjadi 2 kelompok.

Salah satu kelompok membelot menjadi lawan dan beralih menjadi partai bandel. Kelompok ini selanjutnya disebut sebagai sekte Khawarij.

Sementara kelompok satunya tetap loyal dan melipatgandakan kesetiaannya kepada Ali. Kemudian loyalitas ini terus berlanjut dalam sejarah dan generasi ini mewariskannya kepada anak keturunannya dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan event dan insiden. Kelompok ini yang kita sebut sebagai akar atau pangkal dari Syiah.

Ali Ibn Abi Thalib ra
sendiri hidupnya berakhir setelah seorang khawarij membunuhnya pada tahun 40 H.

Pengikut Ali dengan segera megalihkan pandangannya kepada putranya Ali, adalah Hasan. Namun Hasan telah ‘letih’ dengan berbagai kekacauan dan fitnah, sehingga lebih menentukan untuk menyingkir dari panggung politik. Baginya mengklaim kekhalifahan hanya akan menjadi kudeta dan itu tak ada gunanya.

Dengan demikian Muawiyah bisa dianggap telah memenangkan pertarungan politik ini dan segera berdirilah Dinasti Umayah. Kerajaan yang dinisbatkan kepada klannya muawiyah yakni bani Umayah.

Pada perkembangan berikutnya, pemerintahan dinasti Umayah bertindak sangat represif terhadap kelompok oposisi. Yazid sebagai pengganti Muawiyah terus menerus menindas semua orang yang mungkin menantang kekuasaannya, terutama dari kerabat dan keturunan Ali.

Pada ketika ini, Hasan telah meninggal dunia, tetapi saudaranya yakni Husein masih hidup. Supaya kekuasaannya tetap aman, Yazid berencana  membunuh Husein, saat kunjungannya ke Mekah.

Mengetahui persengkongkolan ini, Husein tidak tinggal membisu. Meski ia tidak mempunyai pasukan besar dan tidak berpengalaman dalam militer, dia menantang Yazid dan berangkat dari Madinah menuju Kufah dengan kekuatan hanya 72 orang itupun termasuk Istri anak dan kerabatnya yang renta-renta.

Di sebuah daerah di dekat kota Kufah, yaitu Karbala, cucu kesayangan Rasulullah saw itu dipenggal kepalanya oleh pasukan yang dikirim oleh Yazid.

Ini merupakan peristiwa terbesar dan menyakitkan yang telah melukai hati para pengikut Ali dan telah meninggalkan bekas luka yang dalam, murung cita serta kepedihan hati yang tak akan terlupakan sepanjang sejarah.

Peristiwa-peristiwa dan peristiwa-tragedi yang berentetan tesebut telah membentuk sekte syiah, serta mendorong mereka, menyuplai sebentuk kekuatan dalam kancah perpolitikan agamawi dan membuat mereka menjadi sekte yang masih tetap bertahan hingga hari ini.

Pembentukan dan perkembangan Syiah sendiri juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar Islam. Akibat dari efek sosial politik dan budaya atas masuknya orang-orang keturunan non arab, terutama yang berasal dari Persia.

Kufah yakni kota yang dipilih Ali sebagai pusat pemerintahannya. Sehingga dari sanalah sekte Syiah ini mulai membentuk, membesar dan berkembang.

Lebih dari separuh dari penduduk Kufah yaitu mawali (Keturunan non arab) dari Persia dan mereka lahir dan tumbuh akil balig cukup akal dalam naungan Islam. Mereka memonopoli perindustrian serta perdagangan di luar dan di dalam. Merekalah penyokong utama gerakan syiah.

Ide atau gagasan syiah wacana kepemimpinan, merupakan wangsit yang paling cocok dengan akal orang-orang keturunan Persia itu. Seorang Persia memahami dengan baik hak ketuhanan bagi raja-raja, mengakui hak tersebut bagi para kaisar.

Seorang bangsa Persia (abad itu) tidak akan mampu membayangkan adanya seorang pemimpin dari hasil pemilihan umum. Prinsip satu-satunya yang mampu masuk diakalnya ialah prinsip pewarisan dan keturunan.

Meski pengikut Ali sendiri telah ada semenjak awal, bahkan saat Ali sendiri belum menjadi Khalifah, Akan tetapi gagasan Syiah belum terang, masih polos dan belum ada sistem yang solid.

Karakteristik Syiah itu gres muncul setelah bangsa Persia menganut sekte ini. Sehingga dikatakan oleh professor Dozy bahwa “ Syiah yakni sebuah Firqah Persia dalam hakikat dan Intinya.

Dalam perkembangan selanjutnya Sekte Syiah ini sendiri terpecah-pecah menjadi beberapa sekte, yaitu Syiah Zaidiyah, Syiah Ismailiyah, Syiah Imamiyah (12 Imam / Rafidhah) dan yang paling ekstrem yaitu kelompok Ghulah (Saba’iyah).  Perpecahan ini terjadi balasan perbedaan dalam memutuskan Imam mereka.

Lihat Bagan:

Pada masa Kepemimpinan khalifah ketiga yaitu Ustman Bin Affan r Asal Usul Syi'ah, Perkembangan dan Sekte-Sektenya


Peran Abdullah Ibn Saba’ Dalam Konsep Keyakinan Syi’ah 

Abdullah Ibn Saba’ ialah seorang Yahudi dari Yaman yang merupakan putra seorang perempuan budak hitam. Pada Masa Khalifah Utsman dia telah memeluk Islam, entah dengan keyakinan atau kepura-puraan.

Sebagian penulis cenderung mewaspadai kebenaran eksistensi orang ini, namun banyaknya riwayat dan mutawatirnya informasi dari orang-orang tsiqah(terpercaya) dari para sejarawan, menguatkan pendapat yang menyampaikan keberadaannya.

Abdullah bin saba’ ini memiliki pendapat dan teori teorinya sendiri ihwal kepemimpinan dan Ketuhanan, yang sebagian besar menyerupai pendapat  yang lalu menjadi iktikad dalam Ajaran Syi’ah.

Dia keliling ke ibu kota ibu kota wilayah islam (Hijaz, Bashrah, kufah, Syam dan Mesir) untuk mempromosikan dan mengembangkan pendapat dan teorinya itu kepada golongan umat. Dia mempunyai pengikut  yang disebut dengan kelompok As-Sabaiyyah atau “al-Ghullah”. Sekarang sebutan ini digunakan untuk menyebut kelompok syi’ah yang paling esktrem.

Diantara pendapatnya;

“Setiap nabi memiliki pewaris dan Ali yaitu pewaris Muhammad, maka siapa yang lebih zalim dari orang-orang yang tidak membolehkan wasiat atau peninggalan Rasulullah  saw?” (Teori Wishayah / tunjangan mandat).

“Utsman telah mengambil wasiat tersebut tanpa hak, maka bangkitlah kalian dalam urusan ini dan mulailah mendeskreditkan para pemimpin wilayahmu, perlihatkanlah amar m’aruf nahi munkar !”

Dialah orang yang pertama kali mulai meremehkan Abu Bakar dan Umar r.a. Ketika hal itu hingga kepada Ali r.a.  dia mengatakan,” Apa hubunganku dengan si hitam pekat itu yang telah menyampaikan kebohongan atas Allah dan RasulNya?.

Ketika Ali r.a. sedang berkhutbah, Abdullah bin saba’ bangkit dihadapannya dan mengatakan kepada Ali, “Kamu ialah Kamu!”  Ali menjawab, “Sialan kamu! Siapakah Aku?” Ibnu Saba’ kemudian menyampaikan,” Kamu yakni Allah!”

Mendengar ungkapan tesebut Ali memerintahkan untuk membunuhnya. Namun jadinya beliau hanya dibuang ke Madain.   Madain yaitu sebutan arab untuk kota Tcesiphon yakni kota penting dari kerajaan Sasania Persia yang telah ditaklukan pada kurun Umar bin Khatab.

Ketika mendengar akhir hayat Ali, beliau mengatakan kepada pembawa beritanya, “ Kamu Bohong, sekalipun kau membawakan kami kepalanya dalam tujuh puluh kantong, dan kamu persaksikan atas terbunuhnya sebanyak tujuh puluh orang Adil, maka niscaya kami tahu bahwa dia belum mati dan tidak terbunuh, beliau tidak akan mati sampai berhasil menguasai dunia!”

Sumber:
Dr Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015.
Tamim Ansary, Dari Puncak Baghdad Sejarah Dunia Versi Islam, Jakarta: Zaman, 2009.
M, Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani, 2001.

Posting Komentar

0 Komentar