Jasaview.id

Naskah Quran Kuno Sana’A Dan Runtuhnya Klaim Keilahian Quran

NASKAH QURAN KUNO SANA’A DAN RUNTUHNYA KLAIM KEILAHIAN QURAN
oleh : Sujit Das


" Penghormatan yang ikhlas terhadap akidah para pengikut agama tidak berarti kita mengijinkan segala penyelidikan dari sejarahwan harus diblokir, dihentikan atau dibelokkan ... Kita harus membela hak-hak dasar metodologi sejarah". Maxime Rodhinson, 1981; hal 57



Sumber Foto: Wikipedia, 2009. Foto dari Gerd R Puin, salah satu perkamen Sana’a yang memperlihatkan revisi, peniadaan dan penimpahan berlapis untuk Al-Qur'an yang menimbulkan perbedaan pembacaan yang signifikan dalam arti dan makna.

Umat Muslim sering menyampaikan bahwa baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru telah mengalami perubahan yang serius. Mereka mengatakan bahwa agar Kitab Suci tetap otoritatif, kitab itu harus dipertahankan tanpa perubahan sama sekali, dan mengambarkan bahwa Al Qur'an, dengan klaim bahwa Allah telah mengungkapkan kata demi kata dan karakter demi karakter kepada Muhammad. Quran mengklaim, “Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu yakni kemenangan yang besar”(QS 10:64) dan, “Tak ada seorangpun yang mampu merobah kalimat-kalimat (komitmen-akad) Allah” ( QS 6:34).

Tapi kemudian sejarah Quran menawarkan sisi konyolnya dengan akidah abrogasi atau penghapusan, dimana Allah membatalkan wahyu yang sebelumnya, mirip dalam QS (2:106) yang menegaskan, 'wahyu ... Kami batalkan atau mengakibatkan untuk dilupakan'. Juga, sebuah hadis dari Sahih Bukhari (6:558) membenarkan bahwa Muhammad lupa banyak ayat. Sekali lagi Sunaan ibn Majah, (3: 1944) mencatat bahwa setelah maut Muhammad beberapa wahyu dimakan oleh seekor kambing. Bagaimana kata-kata dewa mampu dimakan, diubah, dibatalkan atau dihapuskan, meskipun konon ada klaim khusus Allah di QS 10:64 & 6:34? Kalau begitu Allah telah kalah dengan kambing dan sifat lupa manusia !

Tidakkah semua klaim Allah ini mengandung pertentangan dalam dirinya sendiri? Tapi luar biasa; fakta yang meluluh-lantakkan ini sama sekali tidak mengganggu Muslim sama sekali. Mungkin, jika kita mampu menghadirkan Alquran lain yang "otentik" yang berbeda dari bentuk standar yang ada, Muslim akan mulai berpikir logis.

Fakta kebenaran yang meluluh-lantakkan itu adalah ditemukannya sejumlah besar naskah Alquran kuno dari periode pertama Hijrah, yang ditemukan di Masjid Agung Sana'a (Yaman) yang secara signifikan berbeda dari Alquran Standar saat ini. Sistem penanggalan karbon menegaskan bahwa naskah Qur'an ini bukan hasil pemaksaan otoritas-otoritas agama yang saling bersaing ketika itu, adalah Kilafah Usman dkk. Apalagi naskah Qur'an ini ditemukan oleh para pekerja bangunan yang beragama Islam. Kaprikornus tidak perlu ada kecurigaan bahwa ini ialah suatu konspirasi dll.

Mungkin ini yakni kejadian paling memalukan dalam sejarah Islam dalam 14 kurun ini.

Masjid Agung Sana'a adalah salah satu Mesjid tertua dalam sejarah Islam. Tanggal pembangunannya bisa dilacak sampai ke tahun 6 Hijrah dikala, berdasarkan Tradisi Muslim, salah seorang Sahabat Muhammad dipercayakan untuk membangun Masjid di Yaman, yang kemudian diperpanjang dan diperbesar oleh penguasa Islam dari waktu ke waktu.

Pada tahun 1972, selama restorasi ini Masjid Agung (hujan deras menjadikan dinding barat Masjid runtuh), buruh yang bekerja di ruang mahkota antara struktur atap dalam dan luar, terantuk ke sebuah gundukan seperti kuburan. Karena ketidaktahuan, selama ini mereka tidak menyadari. Masjid biasanya tidak mengakomodasi kuburan, dan situs ini tidak mengandung watu nisan, tidak ada sisa-sisa insan dan tidak ada peninggalan pemakaman. Ternyata isinya tidak lebih dari segunung perkamen dan kertas-kertas tua tidak menarik, buku-buku rusak dan halaman-halaman lepas teks-teks bahasa Arab, menyatu bantu-membantu oleh hujan dan kelembaban selama lebih dari seribu tahun.


Sumber Foto: Dreibholz, 1999, hal 23. Beberapa fragmen perkamen Al-Qur'an dalam kondisi di mana mereka ditemukan.

Para buruh yang tidak mengerti lalu mengumpulkan naskah-naskah itu dan mem-press-kannya dengan ceroboh ke dalam 20 karung kentang, dan meletakkannya ke sebelah tangga di salah satu menara Masjid. Manuskrip itu tadinya akan sama sekali terlupakan kalau bukan Qadhi Isma'il al-Akwa, yang nantinya menjadi Presiden Yaman Antiquities Authority, menyadari pentingnya naskah-naskah tersebut. Al-Akwa lalu mencari perlindungan internasional untuk memeriksa dan melestarikan fragmen-fragmen tersebut, alasannya tidak ada sarjana di negaranya mampu mengolah data pada temuan besar ini. Pada tahun 1977, beliau berhasil menarik seorang sarjana non-Muslim mengunjungi Jerman, yang pada gilirannya membujuk pemerintah Jerman untuk mengatur dan menemukan sebuah proyek restorasi.

Segera sehabis proyek dimulai, menjadi jelaslah bahwa "kuburan kertas" tersebut adalah yakni daerah peristirahatan bagi, antara lain, puluhan ribu fragmen dari hampir seribu naskah kuno yang berbeda dari Al Qur'an, kitab suci umat Islam. Otoritas Muslim selama hari-hari awal menghargai iman bahwa salinan aus dan rusak Quran harus dihapus dari peredaran hanya menyisakan edisi yang tak bercacat dari kitab suci untuk digunakan. Juga kawasan yang kondusif seperti itu diharapkan untuk melindungi buku dari penjarahan atau kerusakan bila penyerbu datang. Dari sinilah ide dari kuburan di Masjid Agung di Sana'a, yang merupakan kawasan mencar ilmu dan penyebaran Alquran yang berasal dari masa pertama Hijriah tersebut.

Restorasi naskah diorganisir dan disupervisi oleh Gerd R. Puin dari Saarland University, Jerman. Puin ialah seorang ahli kaligrafi Arab dan paleografi Alquran yang sangat populer (studi ihwal goresan pena kuno dan dokumen). Selama sepuluh tahun beliau secara ekstensif menyelidiki fragmen-fragmen perkamen berharga tersebut. Pada tahun 1985, rekannya HC Graf V. Bothmer bergabung dengannya.

Untuk usia bahasa perkamennya sendiri, pengujian Karbon-14 menanggalkan usia perkamen tesebut antara tahun 645 hingga 690 M. Namun usia sebetulnya mungkin agak lebih muda dari itu (di atas tahun 690), karena C-14 memperkirakan tahun kematian dari suatu organisme (perkamen adalah kulit binatang), dan tidak diketahui berapa lama berselang antara proses dari pembuatan perkamen hingga ketika penulisan akhir.

Namun dari gaya kaligrafi naskah itu menunjuk penanggalan antara tahun 710 s/d 715 M. Beberapa halaman perkamen sepertinya ditulis di abad ketujuh dan kedelapan, atau abad pertama dan kedua Islam. Mungkin ini yaitu Al-Qur'an tertua yang kita miliki.

Pada tahun 1984, Dar al Makhtutat, atau Rumah Naskah, didirikan dekat dengan Masjid Agung, sebagai bagian dari proyek kerjasama antara otoritas Yaman dan Jerman. Sebuah perjuangan besar dimulai untuk merestorasi fragmen – fragmen Alquran. Antara 1983 dan 1996, sekitar 15.000 (dari 40.000 halaman) telah dipulihkan, khususnya 12.000 fragmen perkamen dan naskah berasal dari periode ketujuh dan kedelapan.



(Sumber foto : Dreibholz, 1999. h. 22. Dar al-Makhtutat Perpustakaan di manamanuskrip yang gres didapat kembali itu disimpan dan dikategorikan).

Sampai sekarang, hanya ada tiga salinan kuno Qur'an yang ditemukan. Yang disimpan di Perpustakaan Inggris di London, dengan penanggalan masa ke tujuh akhir dan dianggap yang tertua. Tapi manuskrip Sana'a bahkan lebih bau tanah. Selain itu, manuskrip ini ditulis dalam naskah yang berasal dari Hijaz - wilayah Arab di mana Nabi Muhammad tinggal, yang membuat manuskrip ini tidak hanya yang paling bau tanah yang mampu selamat, tapi salah satu salinan otentik awal Al-Qur'an yang pernah ada. Hijazi Arab yaitu naskah (Mekah atau Madinah) di mana Al Qur'an yang paling awal ditulis. Meskipun pecahan-kepingan ini dari Al-Qur'an yang paling awal yang mampu ketahui , namun mereka juga hanyalah palimpsests (manuskrip di mana tulisan orisinil telah dihapus, dikupas, ditulis ulang dan ditimpa, tapi masih bisa dipakai kembali).

Gaya tulisan tangan yang halus dan langka serta artistik telah mempesona baik Puin dan temannya Bothmer, tetapi kejutan yang lebih besar menanti mereka. Ketika Qur'an kuno ini dibandingkan dengan standar yang ada pada ketika ini, keduanya tertegun. Teks-teks kuno yang ditemukan ternyata bertentangan dengan bentuk Quran yang ada kini. Ada penyusunan ayat-ayat yang tidak sama, variasi tekstual yang kecil tapi sangat signifikan berbeda, ortografi (ejaan) yang berbeda dan hiasan artistik yang berbeda.

Tersebar dalam keyakinan Muslim ortodoks bahwa Al-Qur'an mirip yang telah sampai kepada kita hari ini benar-benar "Firman yang tepat, abadi, dan tidak berubah Allah". Namun penemuan Alquran kuno di Sana’a dan perbedaannya yang mencolok dengan Alquran yang ada pada kita kini membuktikan bahwa Al-Qur'an telah diselewengkan, menyimpang, direvisi, dimodifikasi dan dikoreksi, dan perubahan tekstual telah terjadi selama bertahun-tahun murni oleh tangan manusia.

Aura suci di sekitar Kitab Suci Islam ini, yang katanya tetap utuh selama lebih dari 14 abad hilang dengan adanya inovasi yang menakjubkan ini. Dan kepercayaan inti semiliar lebih Muslim bahwa Alquran yaitu firman Allah yang kekal dan tidak berubah Allah kini jelas terlihat sebagai besar pelebih-lebihan, tipuan dan kebohongan . Tidak hanya itu, klaim Al-Qur'an yang yakni kata-kata Allah yang tidak mampu berubah juga palsu. Al-Qur'an seharusnya, jika kita meminjam kata-kata dari Guillaume (1978, hal 74), "Ruang Maha Kudus, adalah kawasan dimana Tuhan “bertahta” tidak pernah harus berada di bawah buku-buku, tetapi selalu di atasnya nya. Orang dilarang minum atau merokok dikala sedang membacanya, dan firman itu sejatinya idengarkan dalam keheningan. Inilah ‘jimat’ yang melawan penyakit dan tragedi."

Muslim menyebut Alquran sebagai 'Induk segala Kitab' dan percaya tidak ada buku lain atau wahyu lain yang dapat menandinginya (Caner & Caner, 2002. P.84). Namun semua klaim itu berlalu sekarang. Hasil simpulan dari seluruh usaha Islam selama empat belas abad yakni nol besar.

Seakan tidak cukup, banyak manuskrip yang menawarkan tanda palimpsest, yaitu, versi timpahan dari versi sebelumnya. Versi yang lama, yang telah dicuci kemudian ditimpa lagi, tentu saja sulit untuk dibaca dengan mata telanjang. namun alat-alat modern mirip fotografi ultraviolet dapat menyorot mereka. Ini menawarkan bahwa naskah-naskah Sana'a bukan varian saja, tetapi, bahkan sebelum itu, teks Al-Alquran telah diubah dan ditulis ulang pada kertas yang sama. Ini berarti, klaim Allah (QS 56: 77-78; 85:21-22) bahwa teks asli yang diawetkan dalam surga di dalam tablet emas, yang tidak dapat menyentuh kecuali para malaikat – juga kasatmata-faktual ialah mitos belaka.

Setelah mempelajari naskah-naskah itu secara ekstensif , puin hingga pada kesimpulan bahwa teks-teks Quran sebenarnya merupakan teks yang ber-evolusi atau berkembang, bukan firman Allah sebagaimana konon dinyatakan secara lengkap, menyeluruh dan simpulan kepada Muhammad seorang diri saja (Warraq, 2002, hal 109). Dia tertegun, "Begitu banyak Muslim yang berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang tertulis di antara cover depan dan cover belakang Al Qur'an ialah firman Allah belaka yang tidak berubah. Mereka suka sekali mengutip karya-karya teologis tekstual yang memberikan bahwa Bibel mempunyai sejarah dan tidak jatuh pribadi dari langit, tetapi mereka sendiri menjauhkan Quran dari penyelidikan yang serupa. Satu-satunya cara untuk menerobos dinding ini yaitu untuk menandakan bahwa Al Qur'an mempunyai sejarah juga. Fragmen Sana'a akan membantu kita untuk melaksanakan hal ini". Puin bahkan menyimpulkan (dikutip oleh Taher, 2000), "Quran bukanlah karya tunggal yang telah bertahan dan tak berubah selama berabad-kurun. Quran mungkin terdiri dari cerita-cerita yang telah ditulis oleh orang-orang di jaman sebelum nabi Muhammad memulai pelayanannya dan yang lalu ditulis ulang."


Gerd R Puin, ekspresi dominan panas 1965. Ia seorang non-muslim pertama yang mencar ilmu di Universitas Riyadh.

Selama penelitian mereka, sebagaimana Puin mengingatkan (Lester, 1999), "Mereka [pihak berwenang Yaman] ingin menjaga hal ini secara sembunyi-sembunyi, mirip yang kita ingin lakukan juga, meskipun untuk alasan yang berbeda. Mereka tidak ingin menarik dunia bahwa pada kenyataannya ada orang-orang Jerman dan lain-lain yang bekerja dalam menganalisa naskah-naskah Qur'an ini. Mereka tidak ingin menciptakan pekerjaan ini tersebar kepada publik bahwa ada pekerjaan yang dilakukan sama sekali, alasannya adalah posisi Islam selama ini bahwa segala sesuatu yang perlu dikatakan ihwal sejarah Al-Qur'an telah dikatakan secara cukup seribu tahun kemudian."

Teori radikal lainnya dari Puin adalah bahwa sumber-sumber pra-Islam telah dimasukan ke dalam Qur'an. Dia beropini bahwa dua suku: As-Sahab-ar-Rass (sahabat Sumur) dan As-Sahab-al-Aiqa (sahabat Semak Berduri) yang bukan bagian dari tradisi Arab, dan orang-orang Muhammad pada waktu itu tentu tidak mengetahui apa-apa ihwal kedua kaum ini. Dia juga tidak setuju kalau Al-Qur'an ditulis dalam bahasa Arab murni. Kata ‘Al-Qur'an’ itu sendiri berasal dari gila. Berlawanan dengan iktikad Islam populer, arti dari "Al Qur'an" bukanlah “bacaan”. Kata ini bahwasanya berasal dari sebuah kata bahasa Aram, 'Qariyun', yang berarti leksionari, yaitu bagian-bab kitab suci yang ditunjuk untuk dibaca pada waktu ibadah. Al Qur'an berisi sebagian dari kisah-dongeng Bibel tetapi dalam bentuk yang lebih pendek dan merupakan "ringkasan dari Injil untuk dibaca dalam kebaktian."

Puin tertarik untuk menulis buku ihwal hal ini di era depan. Ia sendiri sudah menulis beberapa esai pendek tentang temuan mereka dalam berbagai majalah ilmu pengetahuan, di mana dia memberikan beberapa penyimpangan antara Qur'an kuno dan Quran standar (dikutip Warraq, 2002. hlm 739-44). Unstuck menyanggah kesucian Al Qur'an, Puin menuliskan, “Menurut aku Alquran yaitu naskah campur aduk (cocktail of texts), yang tidak dipahami bahkan pada jaman Muhammad sendiri. Beberapa bab dari quran mungkin berusia ratusan tahun telah ada sebelum jaman Islam. Bahkan dalam tradisi Islam terdapat begitu banyak informasi yang kontradiktif, termasuk cuplikan naskah Nasrani yang signifikan. Seseorang mampu mendapatkan sejarah yang anti Islam secara keseluruhan darinya bila beliau menginginkannya. Quran diklaim bersifat mu’bin, atau terang dengan sendirinya, namun bila anda memeriksannya, anda akan melihat bahwa setiap kira-kira lima kalimat dibaca kita akan mendapati klaim tersebut tak masuk logika. Muslim akan bersikeras sebaliknya, tentu saja. Namun fakta bahwa seperlima bagian dari teks Quran tidak bisa dipahami. Hal ini yang telah mengakibatkan tradisi kebingungan dalam penerjemahan. Jika Quran tidak bisa dipahami, kalau beliau bahkan tidak mampu dimengerti oleh orang Arab, maka ia tidak mampu diterjemahkan ke dalam bahasa manapun. Inilah yang muslim takutkan. Sebab Alquran terus diklaim sebagai telah terperinci namun kenyataannya tidak – terdapat pertentangan yang terang dan serius di sini. Suatu hal lain niscaya telah terjadi.”

Penemuan luar biasa dari Puin ini telah mempesona Andrew Rippin, seorang Profesor studi agama dan seorang ahli terkemuka pada studi Alquran. Rippin (dikutip Warraq, 2002. Hal.110) menyimpulkan, "Dampak dari manuskrip Yaman masih terasa sampai kini. Varian cara baca Alquran dan penyusunan ayat-ayatnya, semuanya sangat signifikan. Semua orang baiklah akan hal ini. Naskah ini menyatakan bahwa sejarah awal teks-teks Al-Alquran lebih dari sebuah pertanyaan terbuka yang banyak mengundang kecurigaan. Teks-teks Alquran ternyata kurang stabil dan alasannya itu memiliki otoritas yang sedikit daripada apa yang selalu diklaim selama ini."

Warraq (1998, h. 14) memiliki pandangan yang sama dengan Rippin, "sarjana Muslim dari tahun-tahun awal Islam jauh lebih fleksibel dalam posisi mereka, menyadari bahwa bab dari Al-Qur'an telah hilang, diselewengkan dan bahwa ada banyak ribuan varian yang membuat mustahil untuk berbicara wacana "Al-Qur'an".

Ada bukti lain bahwa Al Qur'an yakni pesan terdistorsi pada hari-hari awal Islam dan tidak ada yang di sebut “Quran” lagi sekarang. Inskripsi dari ayat-ayat Al-Alquran yang tertulis di Kubah Batu Yerusalem (Dome of The Rock), yang paling mungkin yakni monumen Islam pertama dimaksudkan untuk menjadi prestasi artistik utama, dibangun pada 691 M (Whelan, 1998, pp 1-14). Inskripsi di Dome of The Rock ini secara signifikan berbeda dari teks standar Alquran saat ini (Warraq, 2000, hal 34).

Mingana (dikutip Warraq, 1998. P.80) menyesalkan, "Pertanyaan yang paling penting dalam studi Quran yaitu otoritas yang tak tertandingi". Inilah satu-satunya alasan; kenapa penyelidikan kritis atas teks Al-Alquran masih menjadi studi immature – tidak sampaumur. Sebagaimana Rippin (1991, hal ix) menyesalkan, "Saya sering bertemu orang yang datang untuk mempelajari Islam dengan latar belakang dalam studi sejarah Alkitab Ibrani atau Kekristenan awal, dan yang mengungkapkan keterkejutan atas kurangnya pemikiran kritis yang muncul dalam buku teks pengantar Islam. Gagasan bahwa "Islam lahir dalam sejarah yang terperinci benderang' nampaknya masih diasumsikan oleh banyak penulis besar teks-teks tersebut."

Cook dan Crone (1977, p. 18) menyimpulkan, "[Qur'an] benar-benar mencolok kekurangannya dalam struktur keseluruhan, sering tidak terperinci dan ngawur baik dalam bahasa dan konten yang asal-asalan yang menyukai bahan ngawur yang berbeda dan tersebar dalam pengulangan seluruh kisah dalam versi yang berbeda-beda. Atas dasar ini, mampu dikatakan bahwa buku ini yaitu produk dari editing yang terlambat dan tidak sempurna dari pluralitas tradisi"Crone (dikutip Warraq, 1998, hal 33) di kawasan lain menulis," Qur'an telah menghasilkan. banyak isu palsu ".Kritik pihak Muslim atas Al Qur'an sangat-sangat langka dan hampir tidak ada sama sekali, sebagaiman Sina (2008, hal 6) keluhkan, "Umat Muslim sangat benar-benar tidak bisa mempertanyakan Islam." Baru-gres ini website ex-Muslim tengah melaksanakan beberapa pekerjaan yang luar biasa ini. Pada risikonya, orang-orang tercerahkan ini akan berhasil membebaskan saudara-saudari Muslim mereka dari penjara Islam. Jika tidak maka semua kritik kritik apapun pada Al-Qur'an selama ini hanya dilakukan oleh kalangan non-muslim saja, dalam hal ini kebanyakan adalah sarjana Nasrani. Tapi Muslim dihentikan menganggap bahwa kritik dari sarjana Kristen sebagai tanda penyerangan kepada agma mereka. Cendikiawan Katolik telah melakukan kritik lebih banyak atasa kekristenan sendiri dibandingkan atas Islam (Sproul & Saleeb, 2003 hlm 17;. Spencer, 2007, hal 1).

Tapi manuskrip Sana'a juga akan memprovokasi pertanyaan lain. Jika Qur'an ialah sebuah kebohongan, bagaimana kebohongan ini bisa bertahan selama berabad-masa? Alasannya yaitu bahwa “sifat keilahian yang melekat pada Al Qur'an” bukan sebuah Kebohongan Kecil, tapi Kebohongan Besar. . Kebohongan Besar sangat kuat, dan selalu memiliki imbas psikologis terhadap para pendengarnya. Semakin besar kebohongannya, semakin dipercaya itu. Adolf Hitler menulis di Mein Kamph (1925), "Massa yang luas dari suatu bangsa akan mudah menjadi korban kebohongan besar , bukan kebohongan kecil." Kebohongan Besar nampak sangat meyakinkan alasannya adalah melampaui skala akal sehat pendengarnya, mirip Sina (2008 , hal. 179) menjelaskan, orang biasa tidak akan berani untuk menceritakan sebuah kebohongan besar dan berpikir bahwa hal itu tidak akan dipercayai dan ia akan ditertawakan. Karena tidak ada orang yang tidak pernah berbohong dalam hidupnya, kebohongan kecil sering terdeteksi cepat atau lambat. Tapi kebohongan besar sangat ajaib sehingga mampu mempesona pendengarnya. Ketika kebohongan itu seukuran raksasa, rata-rata orang dibentuk tidak berani bertanya-tanya bagaimana orang dapat mempunyai keberanian, kelancangan untuk mengatakan hal seperti itu.

Kebohongan Besar selalu bekerja secara luar biasa dalam politik. Sebagaimana George Orwell (dikutip Sina, 2008, hal 179) berkata, "Politik bahasa ... dirancang untuk membuat kebohongan terdengar benar, dan pembunuhan terlihat terhormat, dan memberikan penampilan solid sebagai angin sorga". Hari ini ketika klaim keilahian Qur'an dihancurkan oleh penemuan manuskrip Sana'a, sifat spiritual Islam juga terkena. Islam hanyalah sebuah gerakan politik murni Arab. ketika Arab mulai menaklukkan bangsa-bangsa sekitarnya dan Islam yang dikenakan pada mereka dengan kekerasan dan dibentuk percaya dengan klaim “Keilahian yang melekat pada Al Qur'an”.

Bangsa Arab tidak hanya memaksakan Islam pada orang lain tetapi juga menanamkan iman irasional akan keilahian Al-Alquran dalam pikiran korban mereka, sehingga sekali orang-orang Arab itu pergi, mereka yang ditaklukkan tidak mampu keluar dari perbudakan mental dan kembali ke dogma orisinil mereka. Ini yaitu keterampilan politik langka. Banyak teman Muhammad jelas tahu bahwa Al Qur'an itu palsu, tetapi mereka tetap dengan nabi mereka untuk berbagi rampasan dan untuk menikmati wanita. Kita semua tahu, sesudah akhir hayat Muhammad, beberapa suku Arab kembali kembali ke dogma orisinil mereka dan penyembahan berhala berkembang lagi.

Bagai terpaan angin kencang bagi umat Islam; studi psikologi modern menyingkapkan kebenaran bahwa Muhammad (kalaupun orang ini pernah ada) ialah seorang penipu, orang yang menderita Narcissistic Personality Disorder. Narsisis yaitu seorang pembohong patologis yang asik menikmati dirinya sendiri. Ini berarti, entah mereka tidak menyadari kebohongan mereka atau mereka merasa benar-benar dibenarkan dan gampang dalam berbohong kepada orang lain. Kondisi mental mereka sedemikian rupa sehingga mereka mempunyai kemampuan langka untuk percaya kebohongan mereka sendiri (Vaknin, 1999, hal 24).

Dan, ya, Adolf Hitler, yang mengetahui kekuatan dari Kebohongan Besar dan jutaan rakyat Jerman yang juga disesatkan, juga diakui sebagai seorang narsisis. Hari ini Hitler adalah figur sejarah yang paling dibenci di Jerman. Seperti kepastian matematis Muhammad akan menerima nasib yang sama. Tapi kita benar-benar tidak tahu, berapa juta orang akan meninggal sebelum kita dapat menempatkan Muhammad di kawasan sampah dengan, Allah-nya Al Qur'an dan Islam sama sekali. Bagi Hitler itu Sosialisme Nasional (nama lain dari Nazisme) dan Muhammad itu Islam, namun jauh di lubuk hati, keduanya dua sisi dari koin yang sama - seorang manipulator yang sukses.Sina (2008, p. iv, 260) berkomentar, "Islam bagaikan rumah kartu, ditopang oleh kebohongan. Yang diharapkan untuk menghancurkannya yakni menantang satu saja dari kebohongan-kebohongan yang selama ini menopangnya bahu-membahu. Ini adalah sebuah bangunan tinggi, yang berdiri di atas pasir; sehabis Anda mengekspos fondasinya, pasir akan luruh dan struktur bangunan ini akan runtuh sebab beratnya sendiri. “ Dan perkatan Sina lainnya ," Islam berdiri di tanah yang sangat ringkih. Ia tidak bersandar pada apapun kecuali kebohongan. Yang harus kita lakukan untuk menghancurkannya cuma mengekspos kebohongan-kebohongannya, dan bangunan raksasa teror dan penipuan ini akan runtuh".

Mari kita lihat, sekali aura suci Al-Qur'an hilang, apa saja hal lainnya yang akan terkena:

Pertama, jika ada dua atau lebih versi Qur'an, maka Quran yang satu berbicara begini, sedang Alquran yang satu lagi berbicara begitu, dan dua-duanya mengklaim kebenaran yang mutlak, maka logikanya ada lebih dari satu Allah yang memberi firman. (Mungkin asumsi logis ini tampak goyah, namun kita lihat poin logis selanjutnya).

Kedua, jikalau kita masih percaya bahwa satu Qur'an ialah otentik, maka bagaimana Allah mengizinkan versi lain bisa bertahan?

Ketiga, Jika QS 10:64 mengatakan kata-kata Allah tidak berubah, ternyata berubah juga, dengan demikian klaim-klaim Alquran sama sekali tidak bisa dipercaya dengan sendirinya? Jika muslim masih ngotot dengan klaim keilahian Alquran yang katanya tidak mampu berubah ,lalu kenapa ada lebih dari satu veris Quran? Bagaimana wahyu palsu itu tercatat dalam Al Qur'an? Apakah Setan meletakkannya?

Terakhir; Bukhari (4.52.233) mencatat "orang-orang kafir tidak akan pernah memahami tanda-tanda dan wahyu." Tapi kita lihat, untuk memahami Al Qur'an Sana'a, pemerintah Yaman mengundang para sarjana Jerman, alasannya adalah tak ada seorang pun di Yaman, bahkan di dunia Islam, yang mampu mengerjakan temuan yang melimpah ini. Tidak heran bila Sina (2008) menyimpulkan, "Tidak peduli bagaimana Anda melihat Islam, tetap saja Islam agama konyol."

Muslim telah menjual jiwa mereka kepada Muhammad. Bisakah mereka secara logis menghapus keraguan di atas? Episode Sana'a telah menempatkan mereka dalam posisi yang sedemikian gamang, bahwa circular reasoning atau logka yang absurd-pun tidak akan membantu mereka dari kebingungan ini. Bukankah sudah waktunya bagi Muslim untuk bijaksana mempertimbangkan sehat tidaknya agama mereka bergotong-royong?

Untuk melindungi Qur'an dari penghinaan lagi, otoritas Yaman telah menghalangi Puin dan Bothmer untuk meneliti lebih lanjut naskah-naskah tersebut. Bahkan, kini mereka tidak mengizinkan siapa pun melihat naskah-naskah itu lagi kecuali beberapa perkamen non-Qur'an yang telah sangat hati-hati dipilih, yang dipajang di lantai dasar dari Perpustakaan Dar al-Makhtutat. Tapi ini tidak akan membantu. Burungnya sudah keluar dari sangkar dan tidak ada gunanya menutup pintu kini. Lebih dari tiga puluh lima ribu mikrofilm yang berisikan teks-teks itu telah berada di luar Yaman sebelum pihak otoritas mengetahui, dan beberapa duplikat sudah dibentuk. Penulis dikala ini yakin bahwa pada dikala ini, di beberapa lokasi yang tidak diketahui di Jerman, sekelompok andal tanpa henti bekerja pada mikrofilm tersebut dan Puin sedang aben minyak di tengah malam cukup untuk menuntaskan bukunya, yang, setelah diterbitkan, akan memalu paku lainnya pada peti mati Islam. Islam sedang dalam bahaya aktual sekarang.

Jelas, dengan menyadari klaim-klaim keilahian Quran akan gugur tak usang lagi, banyak muslim yang terganggu dan tersinggung. Para fundamentalis tidak akan mendapatkan karya Puin dan Bothmer sebagai hasil karya yang telah dilakukan secara obyektif akademik, tetapi melihatnya sebagai serangan yang disengaja terhadap integritas teks-teks Alquran (Taher, 2000). Tentu, dua sarjana Jerman akan berada di garis depan dalam kemarahan mereka. Puin takut reaksi kekerasan dari Muslim ortodoks alasannya adalah "hujatan" teorinya, ia katakana tidak mampu dipandang ringan. Mengingat perkara yang terjadi pada Salman Rushdie, Puin menulis, "Kesimpulan saya telah menyulut reaksi marah dari Muslim ortodoks. Mereka bilang aku tidak benar-benar cendekiawan untuk membuat komentar pada naskah ini ". Jika pandangan Puin adalah diambil dan diberitakan di media, dan kalau tidak ada banyak umat Islam yang rasional wacana hal itu, maka hal mengerikan akan terjadi. Akan ada beberapa respon yang bersikap memusuhi dan kerusuhan yang menimbulkan banyak akhir hayat dan kehancuran, mungkin ialah pemikiran lain dari Khomeini, dan tentu beberapa bahaya Al Qaeda dan dan saudara-saudara ideologisnya. Tapi bisakah mereka menghentikan kebenaran?

UNESCO telah memberikan minat yang tulus terhadap manuskrip Sana'a sejak Program Memori Dunia dimulai. Pada tahun 1995, Organisasi ini juga memproduksi CD-ROM dalam bahasa Arab, Inggris dan Perancis yang menggambarkan sejarah pengumpulan material baik yang quranik maupun non-quranik. CD-ROM menunjukkan 651 gambar dari 302 fragmen Al-Quran, diindeks berdasarkan script, frame, dll, pengenalan umum untuk koleksi manuskrip Yaman dan deskripsi singkat ihwal evolusi kaligrafi Arab (Abid, 1997).

Ursula Dreibholz, spesialis pelestarian yang bekerja pada proyek Sana'a selama delapan tahun sebagai konservator utama, banyak mengalami frustrasi dengan melihat kurangnya perhatian pemerintah Yaman untuk melindungi naskah-naskah dengan menggunakan teknologi modern (1983, hlm 30-8) . perangkat keamanan tidak benar, tidak pula ada perhatian yang memadai yang diberikan kepada naskah-naskah untuk menghindari kerusakan lebih lanjut (1996, pp 131-45). Bahkan, Dreibholz (1999, pp 21-5) menyampaikan kepeduliannya terbesarnya untuk menciptakan sistem penyimpanan yang kondusif, handal dan permanen bagi fragmen-fragmen yang telah dipulihkan ini. Juga, duduk perkara miskinnya sistem penyimpanan. Hampir tidak ada sumbangan dari serangga dan air. Yang paling penting, dilema sebetulnya yakni kurangnya pencegahan kebakaran atau sistem deteksi, mengingat kebakaran yang benar-benar peristiwa yang telah menghancurkan perpustakaan penting dan karya seni di seluruh dunia sepanjang sejarah. Pihak berwenang Yaman menyampaikan mereka tidak punya uang atau sarana untuk menginstal sistem proteksi kebakaran tersebut. Dia tidak mengerti alasan orisinil di balik sikap apatis otoritas Yaman.

Sekarang fundamentalis muslim dapat melihat kurun depannya yang kasatmata. Tidak ada yang tahu kapan api yang menghancurkan akan dimulai 'secara sengaja' dan menghancurkan semua naskah Al-Alquran, yang benar-benar menjadikan ‘panas’. Akhirnya, untuk menyelamatkan Islam, Qur'an harus disimpan oleh Muslim kemanapun. Jika perlu mereka akan membakar Qur'an untuk menyelamatkannya dari analisa logis. Pengabdian mereka kepada kebodohan memang sangat tinggi. Mungkin, keengganan otoritas Yaman untuk menginstal sistem proteksi kebakaran tersebut merupakan persiapan awal untuk sebuah tindakan di kurun depan. Jangan pernah meremehkan kemampuan merusak dari para fanatik tak berotak.


Referensi
Journal:
  1. Abid, Abdelaziz (1997); “Memory of the World”: Preserving Our Documentary Heritage. Museum International, Vol. 49, No. 1, January 1997 issue. Blackwell Publishers, Oxford.
  2. Dreibholz, Ursula (1983); A treasure of early Islamic manuscripts on parchment. Significance of the find and its conservation treatment. AIC Preprints of papers presented at the 11th annual meeting in Baltimore, Maryland, 25-29 May 1983. Washington, DC.
  3. Dreibholz, Ursula (1996); The Treatment of Early Islamic Manuscript Fragments on Parchment in The Conservation and Preservation of Islamic Manuscripts, Al-Furqan Islamic Heritage Foundation, London
  4. Dreibholz, Ursula (1999); Preserving a treasure: the Sana’a manuscripts. Museum International. Islamic collections. Vol. LI, No. 3, July 1999 issue. Blackwell Publishers. Oxford.
  5. Whelan, Estelle (1998); Forgotten WitnessEvidence for the Early Codification of the Qur’an. Published in The Journal of America Oriental Society. January to March Issue, 1998. University of Michigan. USA.
Buku:
  1. Ali, Daniel & Spencer, Robert (2003); Inside Islam: A guide for Catholics. Ascension Press. Pennsylvania.
  2. Caner E. M; Caner E.F (2002); Unveiling Islam. Kregel Publications. Grand Rapids. U.S.A
  3. Cook, Michael; Crone, Patricia (1977); Hagarism: The making of the Islamic world. Cambridge.
  4. (Dr) Vaknin, Sam (1999); Malignant Self Love: Narcissism Revisited. Narcissus Publications, Skopje. Czech Republic.
  5. (Ed.) Warraq, Ibn (1998); The origins of the Koran: Classic Essays on Islam’s holy book. Prometheus Books. NY.
  6. (Ed.) Warraq, Ibn (2000); The Quest for Historical Muhammad. Prometheus books. NY.
  7. (Ed.) Warraq, Ibn (2002); What the Koran really says – Language, Text and Commentary. Prometheus books. NY.
  8. Guillaume, Alfred (1978); Islam. Harmondsworth.
  9. Mein Kampf; a 1939 English translation by Houghton Mifflin and edited of verbosity. Reynal & Hitchcock
  10. Ohmyrus (2006); The Left and Islam: Tweedledum and Tweedledee in Beyond Jihad: Critical voices from the inside by Shienbaum, Kim and Hasan, Jamal. Academia Press, LLC, Bethesda.
  11. Peters, F.E (1986); Jerusalem and Mecca: The topology of the Holy City in the near east. NY.
  12. Rippin, Andrew (1991): Muslims: their religious beliefs and practices. London.
  13. Rodhinson, Maxime (1980); Muhammad (Original in French, translated to English by Anne Carter). The New Press. NY
  14. Rodhinson, Maxime (1981); A Critical Survey of Modern Studies on Muhammad inStudies on Islam ed. M. Swartz. Oxford University Press, USA
  15. Sagan, Karl (1997); The Demon-Haunted World. Science as a Candle in the Dark. Ballantine Books. The Random House Publishing group. NY.
  16. Sina, Ali (2008); Understanding Muhammad, A Psychobiography. Felibri.com
  17. Spencer, Robert (2002); Islam Unveiled: Disturbing questions about the world’s fastest growing faith. Encounter Books. San Francisco.
  18. Spencer, Robert (2007); Religion of Peace? Why Christianity is and Islam isn’t. Regnery Publishing, Inc. Washington DC.
  19. Sproul R. C & Saleeb, Abdul (2003); The dark side of Islam. Crossway Books (a division of Good News Publishers). Wheaton. Illinois.
Sumber-sumber Internet:

  1. Taher, Abul (2000): Querying the Koran. The Guardian. Guardian News and Media Limited. Published on 8th August, 2000. URL: http://www.guardian.co.uk/Archive/Article/0,4273,4048586,00.html (Last accessed 3rd June / 2009)
  2. Sina, Ali (2008): Probing Islam. An internet based debate between J. A Ghamidi, K. Zaheer and Ali Sina, FFI. URL: http://www.news.faithfreedom.org/downloads/probing-islam.pdf (Last accessed 7th February / 2008).
  3. Lester, Toby (1999); What Is the Koran? Atlantic Monthly January 1999 issue. URL: http://www.theatlantic.com/doc/199901/koran (Last accessed 3rd June / 2009).
  4. Wikipedia (2009); Gerd R. Puin, URL: http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Special:Cite&page=Gerd_R._Puin&id=287605376

Posting Komentar

10 Komentar

  1. Bisa saja itu adalah tulisan tulisan anak anak penghafal alquran yg mencoba menyalin alquran tapi salah.. Banyak kemungkinan... kenapa harus bilang itu adalah versi lain. Sementara perbedaan versinya ga di bahas. Artikel missionaris

    BalasHapus
  2. mukjizat al quran, bahwa al quran tidak hanya di sebarkan melalui tulisan tapi juga lisan. dari sisi tulisan jelas berbeda antara quran lama dan quran terkini. yang berevolusi adalah tulisan arab itu sendiri bukan kalimat dan pelafalan al quran... karna pada dasarnya bangsa arab adalah bangsa yang buta huruf, mereka tidak tahu cara menulis sehingga seiring waktu mereka belajar dan terus mengembangkan serta menyempurnakan tulisan huruf arab... dulu tidak ada titik dan harakat hingga kini ditambah titik dan harakat untuk mempermudah bagi mereka yang non arab untuk membaca al-qur'an... di sisi lain, secara lisa al-quran dihafal oleh ribuan orang tiap generasinya sehingga sangat terjaga keasliannya, ada sistem periwayatan al-quran dan sanad dimana mereka yang memiliki riwayat al-qur'an secara bacaan sampai ke rasulullah tidak hanya dinilai dari segi kekuatan hafalan tapi juga dari sisi akhlak, iman, dan keseharian, jika termasuk orang yang sering bermaksiat dan bohong maka riwayatnya akan ditolak. selain itu al quran diturunkan dalam 7-12 bahasa arab yang berbeda (jika dianalogikan seperting bangsa kita yang bersuku2 dengan bahasa yang berbeda namun masih satu rumpun) sehingga penulisannya juga berbeda, yang mana seluruh bahasa arab tersebut adalah benar karena setiap tahunnya jibril membacakan al quran kepada nabi secara keseluruhan dengan bahasa-bahasa diatas.

    jadi jelas sangat berbeda penulisan al quran dari zaman awal dengan penulisan quran saat ini, tidak hanya tulisan arab yang berevolusi bahkan bahasa-bahasa lain di dunia juga mengalami evolusi baik dari segi tulisan dan yang lebih parah dari segi pengucapan. sementara al quran tidak ada pengucapannya yang berubah.

    BalasHapus
  3. buku-buku arab tertua bukankah banyak dari buku tersebut yang mengutib kalimat AL-Quran terutama buku-buku fiqih dengan mencantumkan riwayat-riwayat perkataan tabiin, sahabat bahkan rasul dalam haditsnya saat mengutip kalimat al-qur'an? jadi sangat banyak hal-hal yang menguatkan bahwa al-qur'an tidak pernah berubah secara pelafalan. inti dari al quran adalah ucapan karena al-quran itu dzikir (ibadah lisan), sementara tulisan? hanya sebagai perantara untuk meyampaikan lafal yang benar sebagaimana yang diturunkan. jadi sangat tidak bisa diterima kalau al quran dikatakan berubah hanya karena dinilai dari penulisannya yang berbeda antara zaman dulu dan sekarang.

    BalasHapus
  4. Al-Quran mukjizat yang tidak pernah berubah.
    hal yang harus diketahui oleh seluruh muslim, juga berlaku untuk kaum kafir.
    1. Al-quran diturunkan dalam 7 - 12 bahkan lebih bahasa arab (dialek dan pelafalan) namun tetap memiliki makna dan maksud yang sama, bukan tidak mungkin karena kita bangsa indonesia sendiri walau berbeda-beda bahasa ada banyak kata yang mirip antara tiap sukunya dengan makna yang sama.
    2. bangsa Arab pada zaman nabi adalah bangsa yang buta huruf, hanya kalangan tertentu yang dapat menulis dan belum tentu dia seorang muslim, akan tetapi mereka adalah bangsa yang kuat hafalannya terbukti dengan budaya syair mereka yang disebar melalui lisan... beribu syair dan beribu bait tetap terjaga hingga sekrang dan sampai ke kita bahkan syair dari zaman sebelum nabi muhammad lahir.
    3. tulisan arab berevolusi dari awal islam muncul hingga sekrang, perubahan yang paling mencolok adalah penambahan titik, harakat (garis), huruf-huruf yang disambung, khususnya quran ada penambahan tanda waqaf, nomor ayat dan masih banyak lagi. jadi jangan heran jika mushaf zaman dulu dengan sekrang berbeda.
    4. setiap generasi dari zaman rasulullah hingga kini, al quran diajarkan dengan metode talaqqi (diperdengarkan lalu dilafalkan) telah dihafal oleh ribuan-puluhan ribu orang, walaupun pasti ada saja yang berniat jahat menyelewengkan al qur'an tapi pasti disaat yang sama ada ribuan orang yang mengkoreksinya.
    5. al-quran tidak hanya ditulis di kertas, tapi beberapa kebudayaan dahulu juga mengabadikan al-quran dinding dan batu-batu bangunan ibadah, al-quran juga sering dikutip oleh jutaan ulama dari berbagai zaman saat menulis kitab mereka baik kitab fiqih, akidah bahkan sampai kitab ilmu pengetahuan umum. dan mereka semua menulis al quran dengan lafal yang sama dengan yang kita hafal sakarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. pahami ini dahulu sebelum masuk ke pembelaan tentang al-quran

      Hapus
  5. karena itu....
    1. jika al quran dikritik karena perbedaan tulisan, maka hal itu sangat tidak dapat diterima, karena sangat jelas perubahan penulisan arab zaman dulu dan sekarang. belum lagi yang ditulis belum tentu hanya ayat saja, bisa jadi termasuk tafsir dan penjelasan ayat tersebut dengan gaya penulisan yang sama. karena kitab-kitab zaman dahulu banyak yang belum menerapkan metode penulisan bab, judul, titik, koma, spasi dan lain-lain... tidak hanya bahasa arab, bahasa lain juga demikian... seluruh bahasa didunia ini berevolusi baik secara penulisan bahkan ada yang berubah secara pelafalan dan makna.

    2. Allah menurunkan Al Quran beberapa versi? jika yang dimaksud versi bahasa dengan makna yang sama maka jawabannya ya... jika yang dimaksud adalah versi makna yang berbeda-beda maka tidak sama sekali, bukti-bukti diatas yang penulis paparkan masih dapat dibantah logika...banyak manuskrip hanya berupa sobekan kertas atau kepingan-kepingan, terlebih lagi peneliti bukan seorang muslim dan bisa jadi tidak hafal al-qur'an. bukankah di yaman saat itu tidak ada sarjana? tulisan arab kuno itu bahkan sulit mereka (orang yaman asli saat itu) baca sehingga mereka bisa saja berasumsi itu adalah al quran dari satu kepingan saat dibacakan peneliti sementara kepingan yang lain berisi bukan ayat tapi penjelasan ayat dan lainnya.
    3.islam satu-satunya agama yang memiliki disiplin ilmu periwayatan, al-quran sejak diturunkan hingga zaman khulafaur rasyidin dan bahkan sekarang masih diajarkan secara lisan. dalam ilmu periwayatan, seseorang diterima riwayatnya setelah dilakukan penilaian dan kajian dalam (kesaksian banyak orang, dari perkataan dan perbuatannya sehari2) tentang iman, akidah, ibadah dan kesehariannya. jika ia muslim yang memenuhi syarat maka riwayatnya diterima dan jika ia pernah berbohong atau bahkan sering lupa maka riwayatnya akan dipertanyakan dan ditolak. begitulah al quran dan hadits terjaga secara lisan.
    jika anda bertanya, lisan bisa saja berbohong dan hafalan sangat rapuh bisa saja dilupakan?
    jawabnya, anda sudah pernah membaca al quran? sudah pernah manghafal al qur'an? sudah pernah mendengar hafalan penghafal al-qur'an? sudah pernah menghadiri wisuda hafalan al qur'an? sudah dengar bacaan al quran dari berbagai negara dan berbagai suku? bacaan al quran dari 20 tahun yg lalu, 10 tahun, bahkan 50 tahun yang lalu jika videonya masih ada? coba simak bacaan mereka dan bandingkan dengan al quran yang mereka hafal... al quran mukjizat dengan izin dan kuasa Allah ia mudahkan orang-orang untuk menghafalnya dan tak terhitung jumlahnya. yang yakin Allah menjaga al qur'an hanya orang -orang yang beriman.

    BalasHapus
  6. 4. Allah menghapus wahyu? ya itu benar, bukan tanpa sebab. wahyu dan al-quran adalah syariat yang harus dijalankan. wahyu turun kepada nabi muhammad di usia 40 tahun. dan selama rentang waktu 23 tahun hingga beliau wafat al-quran turun satu-persatu menjawab persoalan kaum muslimin dan sebagai solusi bagi nabi. sebagian sahabat yang baru mengenal islam adalah umat yang rapuh secara iman dan mental dikala itu, Allah menurunkan wahyu yang dapat mereka lakukan di awal keislaman lalu menggantinya dan menyempurnakannya sebelum akhir hayat rasul saat iman mereka sudah kuat. sementara al quran adalah wahyu-wahyu yang berlaku diakhir hayat beliau sementara wahyu yang dihapus telah dihafal oleh beberapa sahabat, jadi sangat wajar jika dihadits imam bukhori menyebutkan banyak wahyu yang hilang dan rasul lupakan, karena beliau hanya menyampaikan wahyu yang Allah tetapkan sebelum ajal beliau. beberapa wahyu yang hilang masih bisa kita dengar dari hadits-hadits beberapa sahabat yang masih mengingat sebagiannya.
    lantas al-quran tidak sempurna?
    yang menghapus wahyu itu adalah Allah sendiri, kenapa harus keberatan? selain itu wahyu-wahyu yang hilang dan dihapus juga merupakan wahyu yang disempurnakan dibeberapa ayat al-qur'an terakhir.
    injil, taurat dan zabur bukankah allah yang turunkan? dan al quran sendiri merupakan penyempurnanya... toh kandungan 3 kitab suci terdahulu Allah sendiri yang ubah dan Dia tuangkan dalam Al quran.

    kalau begitu Allah sudah semena-mena?
    jika Allah mau, Allah bisa saja memerintahkan kita menjalankan semua syariat dalam semua kitab suci yang Dia turunkan, tapi Allah tidak ingin menzalimi hamba-Nya, Dia Maha Tahu batas kemampuan hamba-Nya karena itu Dia menghapus sebagian dan menyempurnakan wahyu yang lainnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu sebabnya ada beberapa persamaan makna dan perintah dalam ayat al quran dan bible, karena syariat yang berlaku di umat nashrani sebagian Allah berlakukan juga di umat islam. Allah yang menghapus syariat injil dan menggantinya dengan al qur'an.

      Hapus

  7. 5. "orang-orang kafir tidak akan pernah memahami wahyu", itu benar!
    disini Puin (seorang ahli kaligrafi arab dan paleografi al-qur'an) mencoba untuk mengidentifikasikan sobekan dan kepingan kuno sebagai bagian dari Al-Qur'an. baik kita anggap dia dapat membaca huruf arab kuno tersebut dan hafal al-qur'an sebagai tuntutan pekerjaan. tapi:
    - apakah ia menghafal al qur'an dalam 7-12 bahasa yang saya paparkan tadi? karena bisa jadi sobekan itu adalah versi bahasa dari al qur'an.
    - apakah dia tahu sejarah keseluruhan penulisan dan pengumpulan al-qur'an? bisa jadi ada sebab al quran tersebut ditulis dengan cara demikian.
    - apakah dia tahu sistem periwayatan al quran, sehingga hafalan qurannya bisa dianggap sebagai hafalan yang "benar" dan belajar al quran dengan cara yang "benar"? bisa jadi itu adalah al-qur'an yang ditulis oleh orang yang tidak bertanggungjawab yang ingin menyelewengkan al-qur'an.
    - apakah dia tahu ilmu hadits? khususnya hadits=hadits qudsi yang "mirip" dengan Al-Qur'an dengan penambahan kata dari Rasul sebagai penjelasan sehingga dia bisa membedakan antara al-quran dan hadits? bisa jadi sobekan itu adalah hadits qudsi (kalimat al quran dengan kata tambahan penjelasan)
    - apakah dia tahu ilmu tajwid, meskipun ilmu ini baru, tapi memiliki pengaruh dalam penulisan al quran dan pelafalannya?
    - apakah dia tahu ilmu akidah meski tidak mempercayainya untuk membuktikan ayat-ayat yang dipakai muslim sebagai acuan akidah dari zaman ke zaman dan begitu banyak perbedaan muslim dalam meyakini ayat khususnya perbedaan sunni-syiah, ilmu sejarah hidup nabi dan sahabat sebagai acuan proses pengumpulan al quran dan mengenali mana saja yang merupakan percobaan musuh (kelompok-kelompok tertentu) untuk menistakan al quran dalam catatan sejarah, ilmu disiplin bahasa arab (nahwu, shorof, balaghoh) yang memiliki peran besar dalam menentukan penulisan kata arab dan ilmu laimn-lainnya..
    semua cabang ilmu diatas saling berkaitan dan harus diketahui oleh seseorang yang mendalami ilmu al-qur'an, terlebih lagi untuk penelitian al-qur'an sangat kompleks bukan?
    jadi anggapan penelitian Puin dan Bothmer tidak obyektif dan akademis adalah benar, karena hanya melihat dari satu sisi/cabang ilmu al quran tanpa melihatnya secara keseluruhan.

    6. al quran berisi kalimat absurb dan tidak jelas? lantas mengapa banyak ilmuan dan cendikiawan yang menjadikannya sebagai pondasi untuk penelitian mereka? di hampir semua cabang ilmu malahan... klu al quran ditulis oleh orang-orang sebelum nabi muhammad, bagaimana bisa mereka tahu tentang ilmu dan pengetahuan yang ditemukan beribu-ribu tahun setelah mereka hidup? apalagi bangsa arab tidak bisa menulis dan membaca bagaimana mungkin bisa menyimpulkan dan menyusun al qur'an sendiri?

    Allahul musta'an


    BalasHapus
  8. sobekan surat di atas ( manuskrip san'a)
    itu surah thoha dan lafalnya sama seperti sekrang, walaupun pinggirannya sobek tapi tetap bisa disambungkan tepatnya ayat 4 sampai sepuluh
    baris 2 " (tanzii)lan mimman khalaqo (ayat 4)
    baris 3 " istawa lahu ma fi" (ayat 5 )
    baris 4 "bainahumaa wamaa tahta" (ayat 6)
    baris 5 (ya'la)mus sirro wa akhfaa (ayat 7)
    baris 6 (al)husnaa wa hal ataaka ha(diitsu) (ayat 8-9)
    baris 7 "(lia)hlihim kutsuu innii aana(stu naaroon)

    walaupun terlihat dibawahnya ada bayangan tulisan, masih belum bisa dipastikan apakah tulisan itu dari kertas yang sama atau bekas tinta dari halaman berbeda atau bekas koreksi penulis quran karena quran masih ditulis tangan jadi masih mungkin salah penulisan dan dikoreksi...

    intinya masih banyak asumsi, yang jadi perhatian adalah tulisan dengan tinta yang jelas yang katanya berasal dari tahun 600-an M masih sama lafalnya dengan al-quran sekarang.

    BalasHapus