Abstrak:
Etos kerja widyaiswara BDK Makassar menunjukkan bahwa dari 60 penerima diklat yang dijadikan responden, 95 persen akseptor diklat menyatakan etos kerja widyaiswara berada pada kategori sedang, dan 5 persen yang menyatakan pada kategori tinggi. Dari respon responden tersebut dapat disimpulkan bahwa etos kerja widyaiswara BDK Makassar berada pada penjabaran Sedang. Nilai rata-rata penerima diklat di BDK Makassar yakni 77,18 yang berada pada kategori Cukup Baik. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat imbas/kekerabatan yang kasatmata dan signifikan antara etos kerja widyaiswara dengan prestasi mencar ilmu akseptor diklat pada Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Penelitian Tindakan Kelas di BDK Makassar.
A. Latar Belakang Masalah
Islam sebagai dienul haq merupakan minhajul hayat yang syamil bagi insan. Konsepsi yang demikian itu mengandung pengertian bahwa Islam sebagai dien yang tepat tidak memisahkan atau memilahkan antara urusan dunia dan urusan alam baka. Keduanya merupakan problem yang esensial yang harus dipahami oleh setiap insan, yang apabila ia memisahkan urusan tersebut, maka yang akan terjadi ialah penyesalan. Untuk itu, Islam ialah ladang untuk memasuki alam baka.(QS. Ali Imran/3: 83) Ini menunjukan bahwa Islam bukan hanya di masjid beribadah melulu yang balasannya mengabaikan urusan dunia, tetapi juga bukan hanya mengejar dunia hingga alam baka terlupakan begitu saja. Tetapi Islam mengaitkan keduanya dalam ikatan yang berpengaruh. Barangsiapa yang memisahkan, berarti beliau telah memutuskan tali korelasi antara hamba dengan Khaliknya.
Dari klarifikasi tersebut dapat dipahami bahwa Islam mewajibkan kepada umatnya untuk mengolah sumber daya, bagi sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia untuk diolah demi kesejahteraan umat manusia itu sendiri. Hal itu mampu terwujud dengan kerja keras dan etos kerja yang tinggi dari setiap mukmin untuk menggali potensi, baik potensi diri maupun alam tersebut dan untuk memakmurkannya. Oleh alasannya itu, Islam menyeru kepada umatnya biar bekerja keras dan melarang (membenci) kepadanya yang senantiasa bermalas-malasan dan berpangku tangan. (Muslim, 1995: 1224)
Pendidikan selalu berkenaan dengan upaya training manusia. Keberhasilan pendidikan sangat tergantung pada unsur manusianya. Paling menentukan keberhasilan pendidikan yakni pelaksanaannya yakni para pendidik khususnya widyaiswara. Widyaiswara merupakan ujung tombak pendidikan khususnya pada pendidikan dan pembinaan (pembinaan). Sebagai pendidik dan fasilitator, seorang widyaiswara secara eksklusif berupaya menghipnotis, membina dan berbagi kemampuan akseptor diklat supaya menjadi insan yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi.
Widyaiswara merupakan tenaga fasilitator yang menjadi salah satu komponen diklat yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan kediklatan. Sebagai seorang pendidik dan fasilitator, seorang widyaiswara harus mempunyai kompetensi yang diperlukan dalam pelaksanaan sebuah diklat. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kualitas penyelenggaraan aktivitas diklat dan tentunya kualitas widyaiswara itu sendiri ialah dengan dikeluarkannya Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 ihwal Standar Kompetensi Widyaiswara yang terdiri atas kompetensi pengelolaan pembelajaran, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi substantif.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan yang harus dimiliki Widyaiswara mengenai tingkah laku dalam melakukan tugas jabatannya yang mampu diamati dan dijadikan teladan bagi peserta Diklat. Sementara itu, kompetensi sosial yakni kemampuan yang harus dimiliki widyaiswara dalam melaksanakan korelasi dengan lingkungan kerjanya. Sedangkan kompetensi substantif ialah kemampuan yang harus dimiliki widyaiswara di bidang keilmuan dan keterampilan dalam mata diklat yang diajarkan. Adapun kompetensi pengelolaan pembelajaran yakni kemampuan yang harus dimiliki widyaiswara dalam merencanakan, menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang terdiri dari:
1. Membuat Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)/ Rancang Bangun Pembelajaran Mata Diklat (RBPMD) dan Satuan Acara Pembelajaran (SAP)/ Rencana Pembelajaran (RP).
2. Menyusun bahan bimbing
3. Menerapkan pembelajaran orang cukup umur
4. Melakukan komunikasi yang efektif dengan akseptor
5. Memotivasi semangat berguru peserta
6. Mengevaluasi pembelajaran
Muchtar Buchari menyampaikan bahwa upaya-upaya untuk meningkatkan mutu akademik suatu forum ilmiah akan selalu terjalin dengan usaha-perjuangan untuk meningkatkan semangat profesionalisme, sedangkan upaya untuk meningkatkan semangat profesionalisme sangat dipengaruhi upaya peningkatan etos kerja. (Bukhari, 2004: 73)
Prestasi berguru merupakan target dan tujuan yang selalu diharapkan baik akseptor diklat maupun widyaiswara. Sebab tolak ukur keberhasilan widyaiswara bukan penyelesaian dari suatu bahan akan tetapi kemampuan untuk memahami bahan tersebut, di samping hasil akhir dari proses mencar ilmu ialah hasil mencar ilmu dengan baik maka suatu menerangkan keberhasilan widyaiswara dalam menjalankan tugasnya. Bila hal tersebut mampu disadari semua widyaiswara, maka pencapaian prestasi belajar dapat diperoleh dengan maksimal. Sebab profesionalisme widyaiswara yang didasari oleh etos kerja merupakan salah satu jalan untuk dapat menyebarkan kemampuan peserta diklat untuk dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Pada BDK Makassar, etos kerja widyaiswara dalam pengelolaan proses pembelajaran perlu ditingkatkan. Hal ini diindikasikan sebab masih adanya widyaiswara yang tidak mempersiapkan administrasi pembelajaran seperti RPMBD, RPMD, dan materi bimbing serta evaluasi yang terencana. Rendahnya etos kerja widyaiswara dalam pengelolaan proses pembelajaran ini menimbulkan prestasi berguru peserta diklat juga tergolong rendah, hal ini dapat dilihat melalui prestasi akseptor diklat pada setiap diklatnya.
Peneliti menganggap bahwa etos kerja widyaiswara sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pendidik, alasannya adalah tanpa etos kerja yang tinggi, tidak mungkin tujuan pendidikan yang telah dikemukakan sebelumnya akan tercapai. Karena itu, dalam kaitannya dengan dilema prestasi berguru peserta diklat maka dibutuhkan adanya etos kerja widyaiswara biar mampu tercapai output pendidikan yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti meneliti bagaimana etos kerja widyaiswara dan pengaruhnya terhadap prestasi penerima diklat di BDK Makassar.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini yakni:
1. Bagaimana etos kerja widyaiswara BDK Makassar ?
2. Bagaimana prestasi berguru akseptor diklat di BDK Makassar ?
3. Apakah ada dampak etos kerja widyaiswara terhadap prestasi mencar ilmu peserta diklat di BDK Makassar ?
C. Hipotesis
Sebagai jawaban sementara untuk mengarahkan kepada tujuan pembahasan, maka peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Terdapat efek etos kerja widyaiswara terhadap prestasi belajar peserta diklat di BDK Makassar
H0 : Tidak terdapat pengaruh etos kerja widyaiswara terhadap prestasi mencar ilmu penerima diklat di BDK Makassar
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain, sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui etos kerja widyaiswara di BDK Makassar
b. Untuk menerima gambaran perihal prestasi berguru peserta diklat di BDK Makassar.
c. Untuk mengkaji perihal efek etos kerja widyaiswara terhadap prestasi mencar ilmu peserta diklat di BDK Makassar.
2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan ilmiah
Sebagai sebuah karya ilmiah tulisan ini dibutuhkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan dan pelatihan khususnya mengenai etos kerja widyaiswara BDK Makassar dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar peserta diklat di BDK Makassar. Referensi ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi para pelaku pendidikan, stakeholder, dan pemerhati pendidikan, baik dari masyarakat maupun pemerintah wacana pentingnya upaya meningkatkan etos kerja widyaiswara dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di diklat.
b. Kegunaan Mudah
Secara praktis, goresan pena ini diharapkan mampu memberi manfaat dan donasi dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan khususnya di BDK Makassar pada aspek peningkatan etos kerja widyaiswara dalam meningkatkan prestasi berguru penerima diklat pada aktivitas diklat.
II. PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Etos Kerja
“etos” berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang maknanya “akhlak atau aksara”. “Etos kerja dapat diartikan sebagai sikap dan semangat yang ada pada individu atau kelompok. Etos kerja menyangkut masalah mentalitas orang, kelompok atau bangsa. (Hasan 2005: 236) Dari kata etos ini, dikenal pula kata adat, etiket yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik jelek (adab) sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat besar lengan berkuasa untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin. (Tasmara, 2002: 15) Berarti sifat karakter seorang widyaiswara yang mencakup pandangan, perilaku dan penilaian widyaiswara tersebut terhadap makna kerja.
Istilah “kerja” dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai aktivitas melakukan sesuatu. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1998: 428) Sedangkan menurut M. Quraish Shihab (2002: 222), kerja yaitu sebuah kegiatan yang menggunakan daya yang dianugerahkan Allah swt., Menurutnya; insan secara garis besar dianugerahi empat daya pokok. Pertama, daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan keterampilan. Kedua, daya fikir yang mendorong pemiliknya berfikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan. Ketiga, daya kalbu yang mengakibatkan manusia mampu berkhayal, mengekspresikan keindahan, beriman dan merasa serta bekerjasama dengan Allah sang pencipta. Keempat, daya hidup yang menghasilkan semangat juang, kemampuan menghadapi tantangan dan menanggulangi kesulitan. Penggunaan salah satu daya tersebut itulah disebut kerja.
Berdasarkan uraian tersebut, persoalan etos kerja dapat diartikan sebagai cara kerja, sifat atau kebiasaan terhadap kerja, pandangan terhadap kerja yang dimiliki oleh seseorang, suatu kelompok atau suatu bangsa.
2. Aspek-Aspek Etos Kerja
a. Semangat Kerja
Etos kerja yang diilhami atau didasari pada kekuatan iman, akan tampak dari perilaku yang konsisten dan secara terus menerus berjuang tak mengenal lelah untuk mewujudkan segala impiannya menjadi kenyataan. Impian akan terwujud jikalau disertai dengan kerja keras dan diselimuti rasa cinta terhadap sesama manusia dan dilandasi oleh kepercayaan yang tangguh. Ciri yang paling esensial dalam etos kerja seseorang senangtiasa mengupayakan, memupuk dan menyebarkan kekuatan dalam segala aspek, etos kerja yang berorientasi pada usaha yang konsisten berdikari dan selalu mencari jalan agar tujuannya bisa tercapai, tanpa harus mengorbankan keyakinannya merupakan etos kerja pribadi. (Tasmara, 1995: 25)
Etos kerja yang dimaksud adalah etos kerja yang dilandasi oleh visi dan kemudian menjadi satu perilaku hidup manusia yang akan tampil sebagai insan-insan teladan dalam kehidupan yang diharapkan kerja, kerja dibutuhkan semangat yang tak pernah mengenal menyerah, pantang patah dan kalah sebelum bertanding, semangat kerja yaitu kemauan, gairah untuk bekerja. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1998: 805) Semangat kerja merupakan variabel yang mengembangkan adanya perasaan-perasaan faktual atau negatif terhadap seseorang atau terhadap situasi tertentu.
b. Motivasi (dorongan) Kerja
Motivasi yakni dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melaksanakan sesuatu tindakan dengan tujuan tertentu. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1998: 593). Wahyudi (2003: 37) mengemukakan bahwa motivasi ialah proses pembentukan motif atau dorongan, baik yang timbul dari diri seseorang maupun berasal dari luar. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja (dorongan kerja) adalah suatu perubahan energi pada seseorang baik yang bersumber dari dalam atau alamiah maupun dari luar yang mampu mengarahkan, menopang, menggerakkan tingkah laku manusia dalam perjuangan mencapai tujuan tertentu.
c. Kesadaran Kerja
Kesadaran ialah keinsafan; keadaan mengerti, akan harga diri dan hal yang dirasakan atau dialami seseorang dan kerja yakni kegiatan melaksanakan sesuatu, kesadaran kerja ialah keinsafan seseorang melakukan sesuatu aktivitas untuk mempertahankan harga diri. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1998: 765)
Etos kerja sangat menyadari bahwa perwujudan pribadi, harga diri dan wibawa sangat terletak pada kualitas sumber daya insan. Dengan penuh kesadaran, beliau mengakibatkan dirinya penuh arti. Sebagai gambaran atau refleksi dari rencananya akan tampaklah kesungguhannya dalam bekerja dan selalu berontak terhadap kebatilan alasannya adalah dirinya ingin tampil sebagai bab dari suatu pekerjaan
d. Moral Kerja
Moral adalah kondisi mental yang menciptakan orang berani, bersemangat, agresif berdisiplin. Selanjutnya budbahasa ialah baik jelek yang diterima umum mengenai perbuatan, perilaku, kewajiban. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1998: 592). Ciri-ciri yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah laris yang dilandaskan pada suatu dogma yang amat mendalam bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu perintah dan panggilan Allah yang akan memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya, sebagai bagian dari manusia pilihan.
e. Waktu Kerja
Waktu merupakan 1) Seluruh rangkaian dikala ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung 2) Saat yang tertentu melakukan sesuatu ; waktu kerja adalah kemampuan melakukan sesuatu dalam rangkaian ketika tertentu. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1998: 1006). Dalam menjalankan peran seorang selalu bergerak dengan taktis dan waspada sebab mereka sadar bahwa hidup yaitu menanggung resiko, salah satu menjadi tolak ukur dalam menjalankan peran dan tanggungjawab adalah waktu, karena langsung seseorang yang mempunyai tipikal sangat sadar akan waktu.
f. Keinginan Kerja
Manusia yakni makhluk yang paling mulia di muka bumi ini, status demikian hanya terlihat dalam nalarnya, kemampuan kognitifnya, serta banyak sekali ciri mental dalam intelektual lainnya yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, tetapi yang lebih penting insan mempunyai harkat dan martabat yang diharapkan diakui dan dihargai oleh orang lain salah satu perbedaan yang paling esensial antara manusia dengan binatang adalah tidak adanya cita-cita atau idealisme cita-cita melahirkan suatu keinginan dan lalu diwujudkan dalam bentuk kerja aktual.
g. Kewajiban Kerja
Kewajiban kerja yakni peran yang harus dilaksanakan dengan seksama. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1998: 1283). Widyaiswara mempunyai tugas dan tanggungjawab yang cukup berat alasannya adalah harus mempunyai kompetensi pengelolaan pembelajaran, kepribadian, sosial dan substantif yang menjadi kewajibannya untuk menyelesaikannya. Tugas dan tanggung jawab ini akan dapat terselesaikan apabila ditunjang oleh etos kerja yang tinggi.
h. Kerajinan Kerja
Kompleksitas manusia sebagai makhluk sering menampakkan dari pada kebutuhannya yang multifaset artinya tidak hanya terbatas pada kebutuhan yang bersifat materi, akan tetapi juga bersifat sosial, peningkatan harga diri, psikologis mental, intelektual, dan bahkan juga spiritual. Sekelompok suku atau bangsa ialah pemalas sedangkan yang lain adalah rajin, intinya ialah mitos. Sebagaimana yang diutarakan bahwa etos kerja bukan suatu fenomena kebudayaan, melainkan suatu sosiologi yang eksistensinya terbentuk oleh produksi yang timbul sebagai balasan dari struktur ekonomi yang ada dalam masyarakat. (Salamun, 1995: 51)
3. Tinjauan Umum ihwal Prestasi Belajar Peserta Diklat
Istilah prestasi berasal bahasa Belanda, yaitu “pretitie” yang berarti sesuatu yang telah diciptakan atau hasil pekerjaan. Dalam ekonomi perhitungan yang dimaksudkan dengan prestasi yaitu produk yang telah dicapai seseorang atau daya kerja seseorang dalam jangka waktu tertentu. (Slameto, 2000: 88) Dengan demikian, prestasi pada prinsipnya identik atau mempunyai pengertian yang sama dengan kata hasil, maka prestasi mencar ilmu mampu diartikan sebagai hasil mencar ilmu. Jadi prestasi belajar ialah perubahan baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik yang dialami seorang peserta diklat sehabis mengalami proses berguru.
Ada beberapa hebat menunjukkan batasan perihal prestasi. Halbeyb (1991: 113) mengemukakan bahwa prestasi adalah hasil yang mengakibatkan hati yang telah diperoleh dengan keuletan kerja. Makara intinya prestasi itu merupakan hasil yang telah diperbuat. Negoro (2002: 120) mengungkapkan bahwa prestasi yakni segala pekerjaan yang berhasil alasannya adalah adanya kemampuan, usaha dan kesempatan sehingga prestasi itu memberikan kecakapan insan suatu bangsa.
Hamalik (2002: 23) beropini bahwa berguru ialah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as modification or strengthening of behavior through experiencing), menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu acara dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mengalami. Hasil mencar ilmu bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan pengubahan kelakuan.
Dengan demikian, prestasi belajar mampu diartikan sebagai hasil usaha berguru yang dicapai oleh seseorang, dalam hal ini akseptor latih dalam keseluruhan aktifitas belajarnya. Sepanjang sejarah insan selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuannya masing-masing. Jika prestasi dikaitkan dengan berguru, maka mampu diartikan sebagai hasil berguru dicapai penerima didik dalam bidang studi tertentu dengan memakai tes standar sebagai alat pengukur keberhasilan berguru seseorang penerima ajar. Dengan demikian, prestasi belajar dalam proses pendidikan yakni terjadinya perubahan atau peningkatan dalam berguru akseptor latih sesudah mengikuti pengajaran yang dilakukan di sebuah lembaga pendidikan. Perubahan dan peningkatan belajar penerima ajar diketahui setelah dilakukan tes menurut standar yang diakui, seperti halnya ujian semester.
Prestasi sebagai suatu hasil yang mampu dicapai oleh peserta ajar atau peserta diklat dalam proses pembelajaran merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, prestasi mencar ilmu peserta latih dalam proses pembelajaran harus senantiasa diperhatikan dan ditingkatkan. Hal ini penting sebab prestasi belajar akseptor latih merupakan slah satu ukuran terhadap terwujudnya tujuan pendidikan, ialah terjadinya perubahan sikap, tingkah laku, pengetahuan dan keterampilan.
B. Metode Penelitian
1. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini, populasinya yaitu seluruh peserta diklat pada 2 angkatan Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Penelitian Tindakan Kelas di BDK Makassar yang berjumlah 60 orang. Sampel dalam penelitian ini yaitu seluruh jumlah populasi atau total sampling.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data yakni observasi, interview, dokumentasi dan angket
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah kuesioner, aliran wawancara, pedoman observasi, dan catatan dokumentasi.
4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini dianalisis dengan analisis deskriptif dengan perhitungan statistik inferensial dengan memakai rumus korelasi product moment.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
a. Etos Kerja Widyaiswara
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan peneliti tentang etos kerja widyaiswara di BDK Makassar, maka peneliti memakai instrumen yang telah dibentuk sesuai dengan teori perihal etos kerja widyaiswara. Peneliti memperlihatkan angket kepada 60 orang peserta diklat (responden) yang terdiri dari 25 item. Dari hasil angket tersebut diperoleh hasil yang telah ditabulasikan.
Setelah jumlah skor dibagi oleh jumlah responden (3715 : 60) maka hasil yang diperoleh adalah 61,92. Dengan demikian, jumlah skor rata-rata tingkat etos kerja widyaiswara adalah cukup baik atau sedang. Hasil angket tersebut memberikan bahwa jumlah skor tanggapan penerima diklat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 1
Klasifikasi Jumlah Skor Jawaban Peserta diklat dari Angket Etos Kerja Widyaiswara
No | Keterangan Jumlah Skor Jawaban | Klasifikasi | Jumlah Peserta diklat |
1 | 25 – 50 | Rendah | - |
2 | 51 – 75 | Sedang | 57 |
3 | 76 – 100 | Tinggi | 3 |
Dari tabel penjabaran jumlah skor di atas mampu diketahui bahwa tingkat etos kerja widyaiswara pada di BDK Makassar berdasarkan pendapat penerima diklat dianggap sedang, ialah antara 51-75, sebanyak 57 akseptor diklat.
b. Prestasi Belajar Peserta Diklat
Prestasi berguru akseptor diklat diambil dari daftar nilai akseptor diklat pada hasil posttest yang dilaksanakan di simpulan aktivitas diklat. Jumlah nilai rata-rata keseluruhan hasil posttest akseptor diklat pada Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Penelitian Tindakan Kelas di BDK Makassar yaitu 4631. Setelah jumlah nilai 4631 dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 60 orang, maka nilai rata-rata posttest penerima diklat yaitu 77,18. Dengan demikian, nilai rata-rata prestasi berguru penerima diklat pada diklat ini berada pada kategori Cukup Baik. Dari hasil nilai posttest lalu diklasifikasikan dalam tabulasi sebagai berikut:
Tabel 2
Klasifikasi dan Kualifikasi Jumlah Nilai Peserta diklat pada Mata Pelajaran PAI
No | Keterangan Jumlah Skor Jawaban | Klasifikasi | Jumlah Peserta diklat |
1 | 80 – 91 | Tinggi | 19 |
2 | 70 – 79 | Sedang | 31 |
3 | 60 – 69 | Rendah | 10 |
Jadi, tingkat prestasi belajar peserta diklat pada Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Penelitian Tindakan Kelas di BDK Makassar termasuk dalam kategori Sedang, adalah antara klasifikasi 70-79 sebanyak 31 akseptor diklat.
c. Pengaruh Etos Kerja Widyaiswara terhadap Prestasi Belajar Peserta Diklat
Untuk menguji data antara skor angket etos kerja widyaiswara dengan prestasi mencar ilmu penerima diklat, terlebih dahulu dikorelasikan kedua variabel tersebut. Nilai-nilai pada tabulasi selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus hubungan product moment dengan memakai Aplikasi Microsoft Excel 2013 memperlihatkan nilai 0,991. Untuk mengetahui adanya korelasi yang tinggi, sedang atau rendah antara kedua variabel menurut nilai r (koefisien relasi) digunakan penafsiran atau interpretasi angka sebagai berikut :
Tabel 3
Interpretasi Koefisien Korelasi Product Moment
Interval Koefisien | Tingkat Hubungan |
0,00 – 0,199 | Sangat Rendah |
0,20 – 0,399 | Rendah |
0,30 – 0,599 | Sedang |
0,60 – 0,799 | Kuat |
0,80 – 1,000 | Sangat Kuat |
Dari perhitungan di atas ternyata angka relasi antara Variabel X dan Variabel Y sebesar 0,991 itu berarti korelasi tersebut bertanda aktual. Untuk melihat interpretasi terhadap angka indeks relasi product moment secara bergairah atau sederhana terletak pada angka 0,80 – 1,000 yang berarti kekerabatan antara Variabel X dan Variabel Y itu adalah terdapat relasi yang Sangat Kuat.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah relasi Variabel X dan Variabel Y itu signifikan atau tidak, maka r hasil perhitungan dibandingkan dengan r tabel. Sebelum membandingkannya, maka terlebih dahulu dicari df (degree of freedom) atau db nya dengan rumus df = N – nr. Berdasarkan tabel di atas, penerima diklat yang diteliti atau yang menjadi sampel di sini yakni 60 orang. Dengan demikian N = 60. Variabel yang dicari korelasinya adalah Variabel X dan Variabel Y jadi nr = 2. Maka dengan mengacu kepada rumus di atas mampu diperoleh df-nya yakni: df = 60 - 2 = 58. Dengan df sebesar 58, dikonsultasikan dengan tabel nilai r baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%.
Dengan melihat .rt. diperoleh hasil sebagai berikut:
Pada taraf signifikansi 5% = 0,254
Pada taraf signifikansi 1% = 0,330
Ternyata rxy atau ro adalah 0,991 nilainya lebih besar dari r tabel, baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1% Dengan demikian hipotesa nol (Ho) ditolak, sedangkan hipotesa alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa “Terdapat efek/kekerabatan yang konkret dan signifikan antara etos kerja widyaiswara dengan prestasi belajar akseptor diklat di BDK Makassar.”
2. Pembahasan
Etos kerja widyaiswara yang tinggi pada hakikatnya merupakan syarat mutlak seorang widyaiswara dalam menunjukkan pembelajaran pada mata diklat yang diampuhnya, di mana penerima diklat akan menjadikannya sebagai stimulan untuk senantiasa terobsesi untuk berbuat dan berprestasi yang terbaik. Oleh alasannya itu, widyaiswara harus selalu meningkatkan etos kerjanya melalui berguru serta mengambil pelajaran dari pengalaman mengajarnya, alasannya adalah semakin banyak yang diketahui semakin banyak pula yang mampu diberikan kepada peserta diklat.
Jika dalam proses pembelajaran tidak membawa perubahan terhadap peserta diklat, maka seseorang widyaiswara tidak dapat dikategorikan sebagai orang yang memberikan pendidikan dan training yang baik. Karena pendidikan dan pelatihan (pelatihan) tidak hanya menuntut keaktifan dari segi fisik tetapi juga dari segi kejiwaan, adalah pikiran, mental dan perilaku yang merasakan adanya perubahan terhadap proses pembelajaran yang diberikan.
Widyaiswara yang memiliki etos kerja yang tinggi tentunya akan mempunyai kemauan yang besar lengan berkuasa untuk mendidik, melatih, membimbing, dan mengarahkan penerima diklat dibanding dengan widyaiswara yang mempunyai etos kerja yang rendah. Hal ini tentunya akan mendapatkan respon nyata dari penerima diklatnya sehingga pada hasilnya akan berimplikasi pada prestasi belajar akseptor diklat pada kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diikutinya.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari temuan dan analisis yang telah dipaparkan, dapat dikemukakan beberapa poin penting sebagai kesimpulan, ialah:
1. Etos kerja widyaiswara pada Diklat Teknis Substantif Peningkatan Kompetensi Penelitian Tindakan Kelas di BDK Makassar menawarkan bahwa 95 persen responden menyatakan etos kerja widyaiswara berada pada kategori Sedang, dan hanya 5 persen yang menyatakan etos kerja widyaiswara berada pada kategori Tinggi. Dari respon responden tersebut dapat disimpulkan bahwa etos kerja widyaiswara BDK Makassar berada pada klasifikasi Sedang.
2. Nilai rata-rata akseptor diklat di BDK Makassar yaitu 77,18 yang berada pada kategori Cukup Baik. Sementara itu, dalam klasifikasnya, tingkat prestasi belajar penerima diklat berada pada pembagian terstruktur mengenai Sedang.
3. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rxy atau ro yakni 0,991 nilainya lebih besar dari r tabel, baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1% Dengan demikian hipotesa nol (Ho) ditolak, sedangkan hipotesa alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa “Terdapat efek/korelasi yang nyata dan signifikan antara etos kerja widyaiswara dengan prestasi mencar ilmu penerima diklat di BDK Makassar”.
B. Implikasi Penelitian
Sebagai bab selesai dari penelitian ini dikemukakan beberapa saran konstruktif sebagai implikasi penelitian terhadap pihak-pihak yang berwenang, yaitu:
1. Etos kerja merupakan modal awal bagi widyaiswara dalam menjalankan profesinya sebagai widyaiswara yang profesional. Profesionalisme widyaiswara merupakan sebuah kemutlakan dalam proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan kediklatan. Untuk itu, diharapkan setiap widyaiswara mempunyai etos kerja yang tinggi dalam upaya mencapai kualitas pembelajaran yang optimal.
2. Kepada kepala balai diklat semestinya perlu meningkatkan wawasannya ihwal pengetahuan kepemimpinan yang dapat memperkaya wawasan dan teladan berpikirnya sebagai pemimpin dalam menjalankan fungsi manajerial secara efektif dan efisien. Kepala balai diklat juga hendaknya lebih meningkatkan kualitas kepemimpinannya dan lebih memperhatikan etos kerja widyaiswara. Budaya kerja yang konstruktif dan kepemimpinan yang mengayomi sangat diharapkan sebagai bentuk perhatian pimpinan kepada widyaiswara. Ini merupakan bentuk santunan dan perhatian pimpinan dalam membuat etos kerja widyaiswara yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ambo Enre. 1985. Prinsip-Prinsip Layanan dan Bimbingan Belajar. Cet. I; Ujung Pandang: FIP IKIP.
Ahmadi, Abu dan Widodo Suriyono, 1991. Psikologi Belajar. Cet. I; Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta.
---------------. 2003. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Azra, Azyumardi. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi. Cet. I; Jakarta: PT. Buku Kompas.
B., Halbeyb. 1991. Kamus Populer. Jakarta: Centra.
Boggs, W Brady. 2004. TQM and Organizational Culture : A Case Study, dalam The Quality Management Journal. Volume 11, No. 2.
Bukhari, Muchtar. 2004. Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. IX; Jakarta: Balai Pustaka.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1986. Statistik 2. Yogyakarta: YPEP UGM.
Hasan, Muhammad Thalhah. 2005. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia. Cet. IV; Jakarta: Lantabaro Press.
Nawawi, Hadari. 2001. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 perihal Standar Kompetensi Widyaiswara
Shihab, M. Quraish. Secercah Cahaya Ilahi. Cet. III; Bandung: Mizan, 2002 .
Sidi, Indra Djati. 2004. Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Cet. I; Jakarta: Paramadina.
Slameto. 2000. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
SP., Malayu Hasibuan. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cet. VII; Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sudijono, Anas. 1995. Pengantar Statistik Pendidikan,. Cet. VI; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudjana, Nana. 1996. Cara Belajar Peserta diklat Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Cet. III; Jakarta.
Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Tasmara, Toto. 1995. Etos Kerja Pribadi Islam. Jakarta: PT. Dana Wakaf.
---------------. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press.
Tjiptono, Findy dan Anantasia Dian. 2002. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset.
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional.
Wahyudi. 2003. Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
0 Komentar