I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara fundamental, pendidikan yaitu segala situasi hidup yang menghipnotis pertumbuhan individu sebagai pengalaman mencar ilmu yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan adalah pembelajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Sedangkan para mahir psikologi memandang pendidikan sebagai dampak orang cukup umur terhadap anak yang belum akil balig cukup akal biar memiliki kemampuan yang tepat dan kesadaran penuh terhadap hubungan-kekerabatan dan peran-tugas sosialnya dalam masyarakat.
Dilihat dari sudut proses bahwa pendidikan adalah proses dalam rangka menghipnotis akseptor asuh supaya mampu mengikuti keadaan sebaik mungkin dengan lingkungannya dan yang akan menimbulkan perubahan pada dirinya yang memungkinkan beliau berfungsi sesuai kompetensinya dalam kehidupan masyarakat.[1] Dilihat dari sudut pengertian dan defenisi, dengan demikian pendidikan itu yaitu usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui bimbingan, pembelajaran dan atau latihan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah. Usaha sadar tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran di mana ada pendidik yang melayani para siswanya dalam melakukan kegiatan belajar, dan pendidik menilai atau mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa tersebut dengan mekanisme yang ditentukan.
Makara pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan, mengacu pada konsep yang lebih luas dan lintas kultural masyarakat Indonesia yang demikian majemuknya, maka pendidikan diselenggarakan berdasarkan planning yang matang, mantap, terang dan lengkap, menyeluruh, rasional, dan obyektif menjadikan peserta asuh menjadi warga negara yang baik. Keberhasilan pendidikan banyak ditentukan bagaimana optimalisasi upaya pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi sistem pembelajarannya.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kalangan masyarakat yang mengeritik sistem pembelajaran kini ini. Dalam analisis N.S. Degeng, asumsi-asumsi yang melandasi program-acara pendidikan seringkali tidak sejalan dengan hakekat berguru, hakekat orang yang belajar dan hakekat orang yang pembelajaran. Dunia pendidikan, lebih khusus lagi dunia belajar, didekati dengan paradigma yang tidak bisa menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoretik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan sikap keseragaman, dengan cita-cita akan menghasilkan keteraturan, ketaatan dan kepastian.[3]
Perencanaan merupakan fatwa sebelum pelaksanaan sesuatu peran. Makara Perencanaan Pembelajaran berarti aliran wacana penerapan prinsip-prinsip umum pembelajaran tersebut di dalam pelaksanaan tugas pembelajaran dalam suatu situasi interaksi guru dan murid, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.Karena dengan perencanaan itu, maka seseorang guru akan bisa memberikan pelajaran dengan baik, karena dia mampu menghadapi situasi di dalam kelas secara tegas, mantap dan fleksibel. Karena membuat perencanaan yang baik, maka seorang akan tumbuh menjadi seorang guru yang baik. Seorang mampu menjadi guru yang baik yakni berkat pertumbuhan, berkat pengalaman dan akhir dari hasil belajar yang terus menerus, walaupun faktor talenta ikut pula kuat.
Selanjutnya, untuk lebih memahami mengenai perencanaan pembelajaran tersebut, dalam makalah ini yang berjudul “Perencanaan Pembelajaran dalam Kegiatan Pembelajaran” akan dibahas mengenai pengertian perencanaan pembelajaran dan hal-hal lain yang terkait dengannya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, mampu dikemukakan permasalahan pokok sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan perencanaan pembelajaran ?
2. Bagaimana proses perencanaan pembelajaran dalam aktivitas pembelajaran?
3. Bagaimana merancang perencanaan penilaian dalam acara pembelajaran?
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan ialah proses penetapan dan pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini, Gaffar menegaskan bahwa perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada abad yang akan datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan.[4]
Ada beberapa definisi perihal perencanaan yang rumusannya berbeda-beda satu dengan yang lain. Cunningham contohnya, mengemukakan bahwa perencanaan ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, khayalan dan perkiraan untuk kala yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan aktivitas yang diharapkan dan sikap dalam batas-batas yang mampu diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan di sini menekankan pada perjuangan menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan abad yang akan datang serta usaha untuk mencapainya.[5]
Definisi lain menyebutkan bahwa perencanaan adalah suatu cara untuk mengantisipasi dan menyeimbangkan perubahan. Dari rumusan definisi tersebut mampu disimpulkan bahwa perencanaan merupakan suatu cara yang memuaskan untuk menciptakan kegiatan mampu berjalan dengan baik, disertai dengan banyak sekali langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga acara tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan, sebagaimana yang sering dikemukakan oleh para hebat, merupakan fungsi awal administrasi. Manajemen itu sendiri menurut Hersey dan Blanchard diberi batasan: “As working with and through individuals and groups to accomplish organization goals” (Manajemen adalah kegiatan kerja bersama dan melalui orang-orang lain dan kelompok untuk mencapai tujuan (organisasi).[6]
Pembelajaran yakni suatu perjuangan manusia yang penting dan bersifat kompleks. Dikatakan kompleks sebab banyaknya nilai-nilai dan faktor-faktor manusia yang turut terlibat di dalamnya. Dikatakan sangat penting, karena pembelajaran ialah usaha membentuk insan yang baik. Kegagalan pembelajaran mampu merusak satu generasi masyarakat. Ada yang memahami bahwa pembelajaran tidak dapat disamakan dengan pendidikan. Pembelajaran lebih sering dipahami dalam pengertian suatu kegiatan yang menyangkut pelatihan anak mengenai segi kognitif dan psikomotor semata-mata, yaitu agar anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berpikir kritis, sistematis, dan obyektif, serta terampil dalam mengerjakan sesuatu, misalnya terampil menulis, berenang, memperbaiki alat elektronika dan sebagainya.
Menurut Degeng, pembelajaran atau pengajaran yakni upaya untuk membelajarkan siswa.[7] Dalam pengertian ini secara implisit dalam pembelajaran terdapat aktivitas memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.[8]
Selanjutnya Syaiful Sagala menyebutkan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik, adalah: Pertama, proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam proses pembelajaran dibangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantunya untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.[9]
Perencanaan mengandung 6 pokok pikiran, yaitu:
1. Perencanaan melibatkan proses penetapan keadaan abad depan yang diinginkan
2. Keadaan abad depan yang diinginkan itu kemudian dibandingkan dengan keadaan kini, sehingga dapat dilihat kesenjangannya
3. Untuk menutupi kesenjangan itu perlu dalakukan usaha-uasaha
4. Usaha yang dilakukan untuk menutupi kesenjangan itu dapat beraneka ragam dan merupakan alternatif yang mungkin ditempuh
5. Pemilihan alternatif yang paling baik dalam arti yang mempunyai efektifitas dan efiensi yang paling tinggi perlu dilakukan
6. Alternatif yang dipilih harus dirinci sehingga mampu menjadi aliran dalam pengambilan keputusan apabila akan dilaksanakan.[10]
Dalam berbagi persiapan pembelajaran, terlebih dahulu harus diketahui arti dan tujuannya, serta menguasai teoritis dan simpel unsur-unsur yang terdapat dalam persiapan pembelajaran. Kemampuan membuat persiapan pembelajaran merupakan langkah awal yang harus dimiliki oleh guru, dan sebagai muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar dan pemahaman yang mendalam tentang obyek mencar ilmu dan situasi pembelajaran.[11]
Dalam persiapan pembelajaran harus jelas kompetensi dasar yang akan dimiliki oleh penerima ajar, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana guru mengetahui bahwa peserta ajar telah menguasai kompetensi tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang secara minimal harus ada dalam setiap persiapan pembelajaran sebagai anutan guru dalam melakukan pembelajaran dan membentuk kompetensi akseptor asuh.
Dari deskripsi di atas disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran merupakan bab yang sangat penting dalam proses pembelajaran, dan tentunya sangat menentukan tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri. Perlunya menyiapkan Rencana Pembelajaran atau lesson plan bergotong-royong sudah disadari oleh para guru, namun persoalannya yakni tingkat kepedulian para guru untuk menyajikan pembelajaran yang baik dan sistematis, serta tingkat keahlian mereka pada disiplin keilmuan masing-masing yang belum memadai untuk mampu merancang suatu konsep pembelajaran.
B. Perencanaan Pembelajaran dalam Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah bersifat formal, disengaja, direncanakan, dengan bimbingan guru dan pertolongan pendidik lainnya. Apa yang hendak dicapai dan dikuasai oleh siswa dituangkan dalam tujuan belajar, dipersiapkan bahan apa yang harus dipelajari, dipersiapkan juga metode pembelajaran, yakni sesuai dengan cara siswa mempelajarinya, dan pada kesannya dilakukan penilaian untuk mengetahui kemajuan mencar ilmu siswa. Penjelasan ini memberi citra bahwa acara mencar ilmu yang dilaksanakan secara sengaja dipersiapkan dalam bentuk perencanaan pembelajaran. Persiapan atau perencanaan pembelajaran ini sebagai acara integral dari proses pembelajaran di sekolah.[12]
Penyusunan program pembelajaran dapat dibedakan menjadi acara tahunan, acara semester, acara mingguan dan program harian. Program tahunan merupakan rencana pembelajaran yang disusun untuk setiap mata pelajaran yang berlangsung selama satu tahun ajaran pada setiap mata pelajaran dan kelas tertentu yang disusun menjadi bahan bimbing. Untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan, maka secara teknis dan operasional dijabarkan dalam acara mingguan dan juga harian.[13]
Pembelajaran berkenaan dengan acara bagaimana guru melakukan pembelajaran serta bagaimana siswa berguru. Kegiatan pembelajaran ini merupakan suatu kegiatan yang disadari dan direncanakan. Suatu kegiatan yang direncanakan atau acara berencana menyangkut tiga hal, yaitu perencanaan, pelaksanaan dari perencanaan dan evaluasi. Demikian juga halnya dengan pembelajaran. Setiap guru semestinya melakukan persiapan pembelajaran sebelum memasuki suatu proses pembelajaran.
Persiapan pembelajaran pada hakekatnya merupakan perencanaan pembelajaran jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan perihal apa yang akan dilakukan. Dengan demikian, perencanaan pembelajaran merupakan upaya untuk memperkirakan dan memproyeksikan tindakan yang akan dilakukan dalam aktivitas pembelajaran.
Adapun acuan perencanaan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah dapat dideskripsikan sebagai berikut[14]:
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam aktivitas pendahuluan, guru:
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan perihal materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan bahan yang akan dipelajari;
c. Mengantarkan peserta asuh kepada suatu permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau kd yang akan dicapai; dan
d. Menyampaikan garis besar cakupan bahan dan klarifikasi tentang kegiatan yang akan dilakukan akseptor didik untuk menuntaskan permasalahan atau peran.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi akseptor bimbing untuk secara aktif menjadi pencari isu, serta menunjukkan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis penerima ajar. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik akseptor asuh dan matapelajaran, yang meliputi proses observasi, menanya, mengumpulkan berita, asosiasi, dan komunikasi. Untuk pembelajaran yang berkenaan dengan KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru memfasilitasi supaya penerima asuh dapat melaksanakan pengamatan terhadap pemodelan/demonstrasi oleh guru atau ahli, akseptor latih menirukan, selanjutnya guru melaksanakan pengecekan dan perlindungan umpan balik, dan latihan lanjutan kepada penerima asuh.
Dalam setiap acara guru harus memperhatikan kompetensi yang terkait dengan sikap mirip jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain yang tercantum dalam silabus dan RPP. Cara pengumpulan data sedapat mungkin relevan dengan jenis data yang dieksplorasi, contohnya di laboratorium, studio, lapangan, perpustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum menggunakannya penerima ajar harus tahu dan terlatih dilanjutkan dengan menerapkannya.
Aplikasi dari kelima acara mencar ilmu yang memakai prinsip 5 M, adalah:
a. Mengamati; Dalam acara mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan akseptor ajar untuk melaksanakan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi akseptor bimbing untuk melaksanakan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
b. Menanya; Dalam aktivitas mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada akseptor asuh untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing akseptor didik untuk mampu mengajukan pertanyaan: pertanyaan wacana yang hasil pengamatan objek yang konkrit hingga kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, mekanisme, atau pun hal lain yang lebih absurd. Pertanyaan yang bersifat nyata sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana penerima asuh dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan dukungan guru untuk mengajukan pertanyaan hingga ke tingkat di mana penerima didik bisa mengajukan pertanyaan secara berdikari. Dari aktivitas kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu akseptor ajar. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari info yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan penerima ajar, dari sumber yang tunggal hingga sumber yang bermacam-macam.
c. Mengumpulkan dan Mengasosiasikan; Tindak lanjut dari bertanya yakni menggali dan mengumpulkan berita dari banyak sekali sumber melalui banyak sekali cara. Untuk itu penerima latih dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah berita. Informasi tersebut menjadi dasar bagi aktivitas berikutnya adalah memeroses isu untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan berita lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil banyak sekali kesimpulan dari contoh yang ditemukan.
d. Mengkomunikasikan hasil; Kegiatan berikutnya ialah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari berita, mengasosiasikan dan menemukan teladan. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar akseptor asuh atau kelompok penerima didik tersebut.
3. Kegiatan Penutup
Dalam aktivitas penutup, guru bahu-membahu dengan penerima asuh dan/atau sendiri menciptakan rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan evaluasi dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram, menunjukkan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan acara tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, acara pengayaan, layanan konseling dan/atau menunjukkan peran baik peran individual maupun kelompok sesuai dengan hasil mencar ilmu akseptor didik, dan memberikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Hamid Darmadi selanjutnya menegaskan bahwa perencanaan persiapan pembelajaran sebenarnya bertujuan mendorong guru biar lebih siap melaksanakan acara pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Oleh sebab itu, setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib melaksanakan persiapan, baik persiapan tertulis maupun tidak tertulis. Dosa hukumnya bagi guru yang pembelajaran tanpa persiapan, dan hal tersebut hanya akan merusak mental dan adab akseptor asuh.[15]
Perencanaan pembelajaran (Instructional Design) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, ialah:
1. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah proses yakni pengembangan pembelajaran secara sistematik yang memakai secara khusus teori-teori pembelajaran dan pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini kebutuhan dianalisis dari proses mencar ilmu dengan alur yang sistematik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Termasuk di dalamnya melakukan penilaian terhadap bahan pelajaran dan aktivitas-aktivitas pembelajaran.
2. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah disiplin ialah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan hasil-hasil penelitian dan teori-teori tentang strategi pembelajaran dan implementasinya terhadap seni manajemen-seni manajemen tersebut.
3. Perencanaan pembelajaran sebagai sains (Science) adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi dan pemeliharaan akan situasi maupun akomodasi pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari bahan pelajaran dengan segala kompleksitasnya.[16]
Mengacu pada aneka macam sudut pandang tersebut, maka perencanaan program pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan perencanaan program pembelajaran sebagai sebuah proses, disiplin, ilmu pengetahuan, realitas, sistem dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pembelajaran berjalan lebih lancar dan jadinya lebih baik.[17]
Di samping itu, pendekatan yang dipakai dalam penyusunan perencanaan pembelajaran suatu negara sangat tergantung kepada budi pemerintahan yang sedang dilaksanakan. Karenanya adalah wajar jika timbul pendekatan yang berbeda-beda antara beberapa negara dan bahkan mampu juga terjadi perbedaan dalam pendekatan perencanaan antara aneka macam abad pembangunan dalam satu negara. Dengan kata lain, kebutuhan akan pendidikan yang akan menjadi target dalam perencanaannya selalu dijadikan penuntun dan disebut juga sebagai budi awal perencanaan.[18]
Perencanaan pembelajaran cukup umur ini terkait dengan teknologi pendidikan yang menekankan pembelajaran sebagai suatu sistem. Dapat dijelaskan bahwa pembelajaran sebagai sistem merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan relasi sistemik antara aneka macam komponen dalam pembelajaran. Hubungan sistemik memiliki arti bahwa komponen yang terpadu dalam suatu pembelajaran sesuai dengan fungsinya saling berafiliasi satu sama lain dan membentuk satu kesatuan. Hubungan sistemik atau pemfokusan kepada sistem merupakan ciri pertama dari pembelajaran ini. Ciri kedua ialah pengutamaan kepada perilaku yang mampu diukur atau diamati.[19]
Adapun manfaat perencanaan pembelajaran antara lain:
1. Sebagai petunjuk atau arah dalam melakukan aktivitas pembelajaran;
2. Sebagai teladan dasar dalam mengatus peran dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran;
4. Sebagai alat ukur keefektifan acara pembelajaran;
2. Sebagai bahan dasar penyusunan data untuk memperoleh keseimbangan kerja;
Dalam perencanaan acara pembelajaran, pendidik perlu memilih tujuan yang terperinci mengenai apa yang hendak dicapai dan mempertimbangkan alasan pembelajaran itu, ialah alasan memberikan suatu pokok bahasan, sehingga arah pekerjaan pendidik terarah dan efektif. Karenanya, pelajaran yang disajikan harus memiliki perencanaan, pengoreksian, atau kesesuaiannya dengan planning pelajaran. Jelasnya, tujuan seorang pendidik dalam menciptakan planning pelajaran yaitu biar tercipta kondisi konkret sehingga mampu mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan secara optimal, baik tujuan khusus maupun tujuan umum.[21]
Meskipun demikian, ada sebagian guru yang beranggapan bahwa pembelajaran di kelas tidak perlu repot-repot menyiapkan materi. Cukup dengan mengetahui sub bahasan yang akan diajarkan dan berbekal kemampuan orasi, pembelajaran sudah terealisasi. Ada pula yang bergantung sepenuhnya kepada lembar kerja siswa (Lomba Kompetensi Siswa) yang cukup banyak digunakan dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) dan Kurikulum 2013 kini ini. Guru cukup membagikan Lomba Kompetensi Siswa dan menyuruh setiap siswa mengerjakan soal-soal kemudian dikumpulkan, tanpa dikoreksi dan klarifikasi setiap item soal. Fenomena ini merupakan citra positif ketidakmampuan, atau mungkin ketidakpedulian para guru untuk melakukan pembelajaran dengan didasari perencanaan yang matang dan tepat.
Hal yang termasuk cukup penting dalam perencanaan pembelajaran yaitu pemilihan materi asuh. Dalam pemilihan bahan latih ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan bahan pembelajaran mencakup prinsip relevansi, konsistensi dan kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran harus relevan atau ada kaitannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka materi ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya bahan yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Dengan kata lain, materi tidak boleh terlalu sedikit, dan dilarang terlalu banyak.
Dalam pandangan penulis, acara sertifikasi tenaga-tenaga pendidik, guru dan dosen, yang dilaksanakan pemerintah yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan mereka tentunya harus dimbangi dengan keseriusan serta kesungguhan dalam melaksanakan peran. Tunjangan profesional yang diberikan kepada para pendidik yang telah tersertifikasi intinya berasal dari uang rakyat. Nilai material tersebut mengandung makna adanya cita-cita besar dari rakyat dan tanggung jawab para tenaga pendidik untuk mencerdaskan belum dewasa mereka. Keberhasilan pendidikan tentunya juga ditentukan oleh proses pembelajaran yang mengacu pada kurikulum yang baik dan perencanaan pembelajaran yang efektif serta efisien.
C. Perencanaan Penilaian dalam Kegiatan Pembelajaran
Istilah penilaian berasal dari bahasa inggris yaitu “evaluation”. Menurut Wand dan Gerald W. Brown dalam Abdul Madjid bahwa evaluasi yakni suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilaidari sesuatu.[22] Evaluasi merupakan suatu upaya untuk mengetahui berapa banyak hal-hal yang telah dimiliki oleh siswa dari hal-hal yang telah diajarkan oleh guru. Evaluasi pembelajaran mencakup evaluasi hasil mencar ilmu dan penilaian proses pembelajaran. Evaluasi hasil belajar menekankan pada diperolehnya berita ihwal seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan.
Evaluasi pembelajaran merupakan proses sistematis yang bertujuan untuk memperoleh informasi ihwal keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pengajaran secara optimal. Dengan demikian penilaian hasil mencar ilmu menetapkan baik buruknya hasil dari aktivitas pembelajaran. Sedangkan evaluasi pembelajaran memutuskan baik buruknya proses dari kegiatan pembelajaran.
a. Evaluasi Hasil Pembelajaran Evaluasi hasil mencar ilmu merupakan proses untuk menentukan nilai berguru siswa melalui aktivitas peniliaian dan atau pengukuran hasil berguru hasil mencar ilmu, tujuan utama evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembel aliran, dimana tingkat keberhasilan yang tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa karakter atau kata atau simbol. Apabila tujuan utama kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terlaksana maka jadinya dapat difungsikan untuk aneka macam keperluan tertentu.
Adapun langkah-langkah evaluasi hasil pembelajaran meliputi:
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif seringkali diartikan sebagai aktivitas penilaian yang dilakukan pada selesai pembahasan setiap simpulan pembahasan suatu pokok bahasan. Evaluasi ini adalah diselenggarakan pada dikala berlangsungnya proses berguru mengajar, yang diselenggarakan secara periodik, isinya meliputi semua unit pengajaran yang telah diajarkan.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif ialah penilaian yang diselenggarakan oleh guru sesudah jangka waktu tertentu pada akhir semesteran. Penilaian sumatif memiliki kegunaan untuk memperoleh informasi tentang keberhasilan belajar pada siswa, yang digunakan sebagai masukan utama untuk menentukan nilai rapor selesai semester.
b. Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi proses pembelajaran yakni untuk memilih kualitas dari suatu program pembelajaran secara keseluruhan yakni dari mulai tahap prosesperencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil pembelajaran. Evaluasi ini memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
1) Membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standard proses.
2) Mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru. Sebagai implikasi dari penilaian proses pembelajaran yang dilakukan guru maupun kepala sekolah mampu dijadikan umpan balik untuk acara pembelajaran selanjutnya. Jadi evaluasi pada program pembelajaranmeliputi:
a) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, dibanding dengan planning.
b) Melaporkan penyimpangan untuk tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun standarstandar pembelajaran dan sasaran-target.
c) Menilai pekerjaan dan melaksanakan tindakan terhadap penyimpangan-penyimpangan baik institusional satuan pendidikan maupun proses pembelajaran.
Penilaian memegang peranan penting dalam pembelajaran. Penilaian berfungsi untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran. Jika sudah tercapai, guru diperbolehkan untuk melanjutkan ke tema selanjutnya, namun jikalau belum tercapai guru diharuskan mengulang atau meremidi tema yang diajarkan. Tentunya guru sudah tidak merasa asing lagi dengan yang namanya penilaian ini. Tapi yang jadi pertanyaan, sudah pahamkah kita dengan evaluasi yang digunakan yang diberlakukan pada kurikulum 2013.
c. Penilaian Sikap Penilaian sikap Sekolah Dasar adalah sekolah yang menjadi pondasi pendidikan bagi generasi penerus bangsa. Sikap harus dibangun semenjak awal biar nantinya mereka bisa menjadi penerus bangsa yang berbudi luhur. Untuk apa memiliki generasi penerus bangsa yang handal pengatahuannya jika tidak mempunyai sikap yang berbudi luhur.
Penilaian sikap pada Kurikulum 2013 mencakup evaluasi perilaku spiritual dan sikap sosial. Sikap spiritual yakni sikap kepada Tuhan, yang tentu saja berisikan evaluasi dalam hal ibadah. Sikap sosial yaitu sika kepada sesamanya, yang tentu saja berisikan perilaku dalam berinteraksi sosial.
d. Penilaian Pengetahuan Kurikulum 2013 mengharapkan peserta ajar nantinya bisa menjadi generasi yang mahir pengetahuannya. Untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dalam ranah pengetahuan tentunya dibutuhkan penilaian. Penilaian pada ranah pengetahuan tentunya bukan lagi sesuatu yang baru bagi para guru alasannya adalah pada kurikulum-kurikulum sebelumnya, penilaian ini senantiasa diberlakukan. Adanya tes tertulis hasil berguru ialah salah satu bentuk dari penilaian ini.
e. Penilaian Keterampilan Peserta bimbing selama pembelajaran berlangsung tidak hanya dibekali dengan sikap dan pengetahuan saja. Mereka dibekali dengan keterampilan juga selama pembelajaran diberlangsungkan. Jika keterampilan siswa dibina dalam pembelajaran maka secara otomatis diperlalukan juga penilaiannya. Bentuk penilaian keterampilan tentunya berbeda dengan bentuk penilaian sikap dan keterampilan.
III. PENUTUP
Dari uraian pembahasan tersebut, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Perencanaan pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam mensukseskan proses pembelajaran pada level dan bentuk pendidikan mana pun. Pembelajaran merupakan bab dari pendidikan, mengacu pada konsep yang lebih luas dan lintas kultural masyarakat Indonesia yang demikian majemuknya, maka pendidikan diselenggarakan berdasarkan rencana yang matang, mantap, terperinci dan lengkap, menyeluruh, rasional, dan obyektif menjadikan akseptor bimbing menjadi warga negara yang baik. Keberhasilan pendidikan banyak ditentukan bagaimana optimalisasi upaya pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi sistem pembelajarannya.
2. Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan bahan pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan atau metode pembelajaran, dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada kurun satu semester yang akan tiba, dalam rangka mencapai tujuan yang ditentukan. Ringkasnya, Perencanaan pembelajaran merupakan skenario pembelajaran yang menjadi teladan dan pola pelaksanaan program pembelajaran bagi pihak pendidik, dan pengalaman mencar ilmu yang sistematis dan efektif bagi pihak peserta didik.
Darmadi, Hamid. Kemampuan Dasar Mengajar. Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2009.
Degeng, N.S. Buku Pegangan Teknologi Pendidikan Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka. Jakarta: Depdikbud RI, Dirjen Dikti, 1993.
--------------. Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan Masalah Belajar Abad XXI, dalam C. Asri Budianingsih, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Hamalik, Oemar. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003.
Harjanto. Perencanaan Pengajaran: Komponen MKDK. Cet. VII; Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Ibrahim, R. & Nana Syaodih S., Perencanaan Pengajaran. Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Kementerian Pendidikan Nasional, Pedoman Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2013.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2005.
Sudjana, Djudju S. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan NonFormal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production, 2004.
Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Cet. V; Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005.
Uno, Hamzah B. Perencanaan Pembelajaran. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
[2]Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, h. 5.
[3]N.S. Degeng, Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan Masalah Belajar Abad XXI, dalam C. Asri Budianingsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 2.
[4]Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, h. 141.
[6]H. Djudju S. Sudjana, Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan NonFormal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Bandung: Falah Production, 2004), h. 57.
[7]N.S. Degeng, Buku Pegangan Teknologi Pendidikan Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka (Jakarta: Depdikbud RI, Dirjen Dikti, 1993), h. 1.
[8]Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, h. 2
[9]Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, h. 2
[12]Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, h. 135.
[13]Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, h. 135.
[14]Kementerian Pendidikan Nasional, Pedoman Implementasi Kurikulum 2013 (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2013), h. 58.
[15]Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar, h. 135.
[16]Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar, h. 136-137.
[17]Nana Sujana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Cet. V; Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), h. 107-110.
[18]Harjanto, Perencanaan Pengajaran: Komponen MKDK, h. 32.
[19]R. Ibrahim & Nana Syaodih S., Perencanaan Pengajaran (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 51
[20]Harjanto, Perencanaan Pengajaran: Komponen MKDK, h. 52.
[21]Oemar Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), h. 7-8.
[22]Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005 ) h. 17.
0 Komentar