Jakarta -
Laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 berujung pada selimut tebal sedih di Indonesia. Ada Tragedi Kanjuruhan yang menyantap banyak korban.
Tragedi Kanjuruhan terjadi selepas kekalahan Arema dari Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang. Ada penonton yang berhamburan ke lapangan. Ada tembakan gas air mata. Ada korban berjatuhan. Ada air mata dan duka.
Sampai dengan 24 Oktober 2022, 135 orang dinyatakan menjadi korban meninggal dunia di dalam Tragedi Kanjuruhan. Setidaknya ada 583 orang yang lain yang terluka.
Jumlah korban ini sekaligus menjadi peristiwa mematikan kedua dalam sejarah sepakbola dunia, sehabis bencana di Peru 1964 yang menewaskan 328 jiwa.
Tragedi Kanjuruhan tak ayal menghasilkan perhatian dunia tertuju ke Indonesia. Di antaranya ada ucapan bela sungkawa dan simpati, tetapi ada pua sorotan tajam kepada penanganan suasana di stadion.
Amnesty International secara khusus menyinari penggunaan gas air mata oleh pegawanegeri keamanan. Mereka menyebut soal penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh pegawanegeri keamanan.
"Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh pegawanegeri keselamatan negara untuk menangani atau mengontrol massa seumpama itu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Ini mesti diusut tuntas. Bila perlu, bentuk secepatnya Tim Gabungan Pencari Fakta. Tragedi ini mengingatkan kita pada bencana sepak bola serupa di Peru tahun 1964 di mana di saat itu lebih dari 300 orang tewas jawaban tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa kemudian menghasilkan ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kelemahan oksigen," sebut pernyataan Amnesty Internasional pada di saat itu.
"Sungguh memilukan 58 tahun kemudian, peristiwa seumpama itu berulang di Indonesia. Peristiwa di Peru dan di Malang tidak semestinya terjadi jikalau pegawanegeri keselamatan mengerti betul aturan penggunaan gas air mata. Tentu kami menyadari bahwa pegawanegeri keselamatan sering menghadapi suasana yang kompleks dalam melaksanakan kiprah mereka, tetapi mereka mesti menentukan penghormatan sarat atas hak untuk hidup dan keselamatan semua orang, tergolong orang yang dicurigai melaksanakan kerusuhan."
Tragedi Kanjuruhan juga mengakibatkan serangkaian hal. Kompetisi Liga 1 tidak boleh untuk sementara waktu. Sejumlah orang juga diproses secara hukum, tergolong dari aparat, panitia lokal, dan PT Liga Indonesia Baru selaku operator kompetisi.
Bersamaan dengan itu pula timbul aturan gres soal penjagaan di langgar sepakbola, yang diperlukan dapat menangkal terulangnya insiden serupa di masa depan. Juga ihwal standarisasi stadion. Sepakbola Indonesia dituntut berbenah.
Proses aturan untuk sosok-sosok yang dianggap bertanggung jawab masih terus berjalan hingga kini. Liga 1 yang sempat disetop juga telah mulai kembali bergulir lagi.
Secara pahit, Tragedi Kanjuruhan telah memamerkan pelajaran amat bermanfaat yang wajib dipetik persepakbolaan Indonesia. Tak boleh lagi ada nyawa-nyawa yang terbang begitu saja, sebagaimana Oktober 2022 yang diselubungi duka.
----
Simak dan download report Year in Review 2022 di sini!
0 Komentar