Majapahit
Sejarah3.blogspot.com : Majapahit yaitu suatu kekaisaran yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri sekitar tahun 1293 sampai 1527 M. Kekaisaran ini didirikan oleh Raden Wijaya menantu Kertanagara, Raja di raja Singhasari terakhir, dan mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai daerah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kemaharajaan Majapahit ialah kemaharajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap selaku monarki terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terhampar dari Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Filipina (Kepulauan Sulu, Manila (Saludung)), Sulawesi, Papua, dan lainnya.
Historiografi Kerajaan Majapahit
Sejarah perihal kemaharajaan Majapahit masih menjadi salah satu subjek observasi yang menarik untuk dibahas dan ditelusuri lebih jauh lagi. Sumber utama yang dipakai oleh para sejarawan diantaranya ialah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno.
Pararaton menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga menampung beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada era keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk.
Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui selaku bab dalam Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Beberapa sarjana mirip C.C. Berg menilai sebagian naskah tersebut bukan catatan kala kemudian, tetapi mempunyai arti supernatural dalam hal mampu mengenali kurun depan. Namun, banyak pula sarjana yang berpendapat bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima sebab sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang cukup meyakinkan.
Pada tahun 2010, sekelompok pebisnis Jepang dipimpin Takajo Yoshiaki membiayai pengerjaan kapal Majapahit atau Spirit of Majapahit yang hendak berlayar ke Asia. Menurut Takajo, hal ini dikerjakan untuk mengenang kerjasama Majapahit dan Kerajaan Jepang melawan Kerajaan China (Mongol) dalam perang di Samudera Pasifik.
Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic, jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan imbas kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.
Bahkan ada sekolah tinggi silat berjulukan Kali Majapahit yang terkenal di Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali Majapahit ini mengklaim berakar dari Kemaharajaan Majapahit kuno yang disebut menguasai Filipina, Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling besar lengan berkuasa di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim delegasi yang berjulukan Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti.
Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk mengeluarkan uang upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak parasnya dan memangkas telinganya. Kubilai Khan marah dan kemudian memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas rekomendasi Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengantarutusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
Jawaban dari surat di atas disambut dengan bahagia hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut.
Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah sukses menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menawan pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri ajaib.
Saat itu juga ialah potensi terakhir mereka untuk menangkap angin muson semoga mampu pulang, atau mereka terpaksa mesti menunggu enam bulan lagi di pulau yang aneh.
Tanggal niscaya yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit ialah hari penobatan Raden Wijaya selaku raja, adalah tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293.
Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang tepercaya Kertarajasa, tergolong Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, walaupun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton.
Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melaksanakan konspirasi untuk menjatuhkan siapa pun tepercaya raja, biar ia mampu meraih posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun sehabis akhir hayat pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dieksekusi mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya ialah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang memiliki arti "penjahat lemah". Kira-kira pada sebuah waktu dalam masa pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mendatangi keraton Majapahit di Jawa.
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yakni Gayatri Rajapatni semestinya menggantikannya, akan namun Rajapatni menentukan mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit.
Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan.
Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit meningkat menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit hingga ajal ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Puncak Kejayaan Kerajaan Majapahit
Bidadari Majapahit, arca emas apsara gaya Majapahit menggambarkan zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman keemasan" Nusantara.
Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit meraih puncak kejayaannya. Hayam Wuruk dalam pemerintahannya banyak dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit melakukan politik perluasan untuk menjamin kekuatannya di bidang perdagangan melalui maritim, sekaligus selaku pelaksanaan Sumpah Palapa yang dinyatakan oleh patih Gajah Mada.
Majapahit juga menaklukkan Kerajaan Pasai dan Kerajaan Aru (kemudian berjulukan Kesultanan Deli).
Kemunduran Kejaraan Majapahit
Sesudah meraih puncaknya pada masa ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki abad kemunduran akhir pertentangan perebutan takhta.
Kematian Hayam Wuruk dan adanya konflik perebutan takhta menimbulkan kawasan-daerah Majapahit di bagian utara Sumatra dan Semenanjung Malaya memerdekakan diri, dimana semenanjung Malaya menjadi kawasan kekuasaan Kerajaan Ayutthaya sampai nantinya timbul Kesultanan Melaka yang didukung oleh Dinasti Ming.
Pewaris Hayam Wuruk ialah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga mempunyai seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.
Perang saudara yang disebut Perang Regreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini hasilnya dimenangi Wikramawardhana, sementara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dihukum mati. Tampaknya perang kerabat ini melemahkan kontrol Majapahit atas daerah-kawasan taklukannya di tempat-tempat lain.
Pada abad pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi maritim Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, datang di Jawa beberapa kali antara kala waktu 1405 hingga 1433.
Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah membuat komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, mirip di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Ketika Majapahit diresmikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama telah mulai memasuki Nusantara. Pada simpulan periode ke-14 dan awal era ke-15, dampak Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada dikala serentak, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, ialah Kesultanan Malaka, mulai timbul di bab barat Nusantara.
Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan masa ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatra. Sementara itu beberapa jajahan dan tempat taklukan Majapahit di daerah yang lain di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri.
Pada era pemerintahan Wikramawardhana, kawasan kekuasaan Majapahit di pulau Sumatra hanya tinggal Indragiri, Jambi dan Palembang, sebagaimana ditulis pada catatan Yingyai Shenglan ciptaan Ma Huan, salah satu penerjemah laksamana Cheng Ho.
Dan sehabis ajal Wikramawardhana dan kala pemerintahan penerusnya, kawasan Indragiri diberikan kepada Mansur Syah dari Malaka selaku kado pernikahannya dengan putri Majapahit, yang semakin meminimalkan kendali Majapahit di Sumatra.
Wikramawardhana memerintah sampai tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia yaitu putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Bhre Wirabhumi.
Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah sampai tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 M.
Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja balasan krisis pewarisan tahta antara putra Rajasawardhana dengan Girisawardhana, adik Rajasawardhana, putra Kertawijaya. Girishawardhana menang dan naik takhta pada 1456. Ia lalu wafat pada 1466 dan digantikan oleh Suraprabhawa (Singhawikramawardhana), adiknya, anak bungsu Kertawijaya.
Kemudian pada tahun 1468, Bhre Kertabhumi putra bungsu Rajasawardhana memberontak kepada Singhawikramawardhana. Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana melarikan diri ke pedalaman di daerah Keling, Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri). Setelah Singhawikramawardhana meninggal, beliau digantikan oleh putranya Ranawijaya.
Pada 1474, Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa pada tahun 1474, ia sudah mengalahkan Kertabhumi Ranawijaya lalu memindahkan ibukota Majapahit ke Daha dan memerintah pada periode waktu 1474 sampai 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga dia digantikan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit
Kekalahan Bhre Kertabhumi dari Ranawijaya pada tahun 1474, menyebabkan perang antara Kerajaan Majapahit dengan Demak, alasannya adalah Demak telah menjadi penguasa pesisir Jawa yang mayoritas, dan mereka mengambil alih kawasan Jambi dan Palembang dari kekuasaan Majapahit yang telah terpukul dan berkonsentrasi di pedalaman pulau Jawa.
Konon, waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada masa waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya kala dianggap sebagai waktu umum pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) sampai tahun 1527. Tetapi dalam tradisi Jawa yang bergotong-royong digambarkan oleh candrasengkala atau kronogram tersebut yaitu wafatnya Bhre Kertabhumi pada tahun 1478.
Sebenarnya perang Majapahit-Demak ini telah mulai mereda dikala Patih Udara mengambil alih Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak, namun peperangan berkecamuk kembali dikala Patih Udara meminta bantuan Portugis untuk mengalahkan Demak. Sehingga pada tahun 1527, Demak melaksanakan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit.
Dengan jatuhnya ibukota Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, pada awal kala ke-16 kekuatan kerajaan Demak akhirnya mengalahkan sisa-sisa Majapahit dan menjadi simpulan dari Kerajaan Majapahit.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tomé Pires), dan Italia (Antonio Pigafetta) mengindikasikan bahwa sudah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Pati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Sisa-sisa keluarga Majapahit keturunan Girindrawardhana kemudian melarikan diri ke tempat Panarukan, Blambangan (kini kawasan Kabupaten Banyuwangi). Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi kepulau Bali.
Demak menentukan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang bangkit di tanah Jawa. Saat itu sehabis keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa cuma tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribu kota di Pajajaran di bagian barat.
Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya penduduk Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger sampai kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
0 Komentar