A. Latar Belakang Masalah
Spanyol – yang oleh orang Arab dikenal dengan Al-Andalus – adalah sebuah provinsi yang beribukota Cordova pada kala pemerintahann Bani Umaiyyah di Barat (756 – 1031 M.), luas wilayahnya 13.727 km2 dan jumlah penduduknya sekitar 782.000 jiwa.[1] Sumbangan umat Islam Spanyol dalam pengembangan intelektual dan banyak sekali penelitian ilmiah tidak hanya berkhasiat bagi umat Islam di negeri Barat tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Cordova merupakan sentral intelektual di Eropa dengan hadirnya perguruan-akademi tinggi Islam yang amat populer dalam banyak sekali bidang. Ketika itu orang-orang Eropa datang belajar di Cordova dan mereka besar hati mencar ilmu di negeri tersebut sebagaimana pujian umat Islam yang pada dikala sekarang berguru di Eropa. Islam pada waktu itu menjadi guru bagi orang-orang Eropa Nasrani.
Sejarah telah mencatat bahwa antara pertengahan era ke-8 sampai permulaan kurun ke-13 M. umat Islam pernah mencapai puncak kejayaannya, yang dikenal dengan istilah “The Golden Age in Islam”, Pada dikala itu terdapat dua kekuasaan Islam, yaitu penguasa Islam di Timur (Abbasiyyah) dengan pusat di Baghdad, dan penguasa Islam di Barat (Umaiyyah) yang berpusat di Cordova - Spanyol. Kedua kekuasaan ini memberikan aneka macam kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Oleh karena itu, kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Eropa sebetulnya tidak terpisahkan dari kejayaan Islam di Spanyol, karena dari Spanyol-lah, Eropa banyak menimba ilmu pengetahuan.
Dalam makalah ini akan dideskripsikan perihal kekuasaan Bani Umaiyyah dan Mulku Thawaif di Spanyol, mulai dari kemunculan, kemajuan dan kehancurannya di dunia Eropa untuk lalu diketahui dan dijadikan materi renungan serta evaluasi diri sehingga kehancuran Islam di Spanyol tidak terjadi di zaman kini.
B. Permasalahan
Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana asal-seruan Islam di Spanyol?
2. Bagaimana kekuasaan Bani Umaiyyah di Spanyol?
3. Bagaimana kekuasaan Mulku Thawaif di Spanyol?
4. Bagaimana imbas Islam di Spanyol terhadap peradaban Eropa?
II. PEMBAHASAN
A. Asal-undangan Islam di Spanyol
Kondisi sosial dan politik Spanyol sebelum kedatangan Islam merupakan pembuka jalan bagi penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam. Struktur sosialnya berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Bangsa ini telah terkotak-kotak yang secara garis besar dapat dibagi kepada dua kelas. Pertama, kelas aristokrat (borjuis) merupakan kelas yang diistimewakan dan dikecualikan dari pembayaran pajak. Kedua, kelas yang lebih rendah adalah mayoritas penduduk yang jumlahnya sangat besar, dibiarkan hidup berantakan dan kesengsaraan. Keadaan negeri ini yang di bawah kekuasaan Raja Goth yakni kekaisaran Visigoth (419-711 M) membuat masyarakat diliputi kemiskinan, penderitaan dan ketidakadilan. Dalam keadaan mirip ini, mereka mencari sang pembebas dan akhirnya mereka menemukan Islam.
Spanyol sebelum penaklukannya, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya salah satu provinsi dari dinasti Bani Umaiyyah. Hal ini telah terjadi pada abad Khalifah Abdul Malik [685-705 M]. Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibnu Nu’man al-Gassani menjadi gubernur di kawasan itu. Penguasaan Afrika Utara menjadi watu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol, dikenal 3 satria besar ialah Tharif Ibn Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa Ibnu Nuzhair. Yang disebut sebagai tokoh yang kedua lebih dikenal sebagai sang penakluk Spanyol. Pasukan Thariq terdiri dari suku Barbar dan sebagian orang Arab yang dikirim oleh khalifah al-Walid. Di bawah pimpinan Thariq sebuah gunung tempat pertama kali Thariq bersama pasukannya mendarat yang dikenal dengan Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya kawasan tersebut maka terbuka lebarlah pintu untuk memasuki Spanyol.
Maka pada tahun 711 M, Islam secara resmi masuk Spanyol di mana Thariq mampu mengalahkan Raja Roderick dalam pertempuran di suatu kawasan yang bernama Bakkah. Thariq kemudian menaklukkan kota-kota penting mirip Granada, Saville dan Toledo.[10] Mendengar keberhasilan Thariq, Musa ibnu Nuzhair berangkat ke Spanyol dengan sejumlah pasukan dengan niat membantu Thariq, maka melebarlah wilayah Islam di Spanyol.
B. Kekuasaan Bani Umaiyyah di Spanyol
Ketika tahun 750 M, Marwan II Khalifah terakhir Bani Umaiyyah menerima kekalahan pemberontakan Bani Abbas yang dipimpin oleh Abu Abbas Ash-Shaffah dan balasannya menobatkan diri sebagai khalifah pertama Bani Abbas. Disebabkan dendam yang begitu lama, Abu Abbas Ash-Shaffah memburu keluarga Bani Umaiyyah sampai ke akar-akarnya. Salah seorang di antara sedikit Bani Umaiyyah yang lolos dari pembalasan dendam itu ialah Abdul Rahman Adh-Dhakhil. Ia ialah cucu khalifah Umaiyyah ke 10 adalah, Hisyam.
Pengembaraan Abdul Rahman berakhir di Spanyol dengan memperoleh dukungan dan sambutan hangat. Untuk memproklamirkan dirinya sebagai penguasa Spanyol, maka Abdul Rahman bertempur melawan gubernur Abbasiyah di Spanyol, yang dimenangkan oleh pihak Abdul Rahman, maka secara eksklusif beliau menempatkan dirinya sebagai penguasa yang merdeka dan bergelar Amir (756 M), yang tidak memiliki kekerabatan politis dengan pemerintahan Bani Abbasiyah di Baghdad. Makara dalam abad enam tahun kejatuhan Umaiyyah yang digantikan oleh Abbasiyah maka lahirlah Neo-Umaiyyah di Spanyol. Menurut W. Montgomery Watt, istilah amir pada jabatan pucuk pemerintahan di Spanyol lebih bermuatan golongan sejarah di mana sisi teoritisnya lebih besar dibandingkan sisi praktisnya. Menurutnya, istilah amir hanya bisa digunakan pada posisi gubernur di Propinsi yang ditunjuk oleh khalifah. Sementara Abdul Rahman tidak mempunyai hubungan dengan pemerintahan Khalifah Abbasiyah, bahkan dia memproklamirkan dirinya dengan Bani Umaiyyah yang telah runtuh sebelumnya. Lebih Lanjut Watt menyampaikan bahwa untuk pertama kalinya sistem pemerintahan Islam tidak dilandasi dengan iktikad agama akan tetapi murni independensi insan.
Problem utama yang dihadapi oleh Abdul Rahman yakni menghadapi para pemberontak dari kepala-kepala suku-suku seperti suku Yamaniah yang mengklaim dirinya sebagai indigenous resident dan berhak menguasai Spanyol tetapi semuanya bisa ditaklukkan oleh Abdul Rahman.
Pada perkembangan selanjutnya setelah Abdul Rahman mengadakan konsolidasi ke dalam dengan menghancurkan para pimpinan-pimpinan oposisi kemudian dia memulai memantapkan tentara militernya dengan organisasi yang baik dan terlatih. Dia memperindah kota-kota kekuasaannya. Hal ini dapat dilihat dari Pembangunan fisik yang sangat masyhur antara lain pembangunan kota seperti al-Zahra, pembangunan Mesjid mirip Mesjid Cordova dan Sevilla, pembangunan istana seperti istana di Saragossa dan istana al-Hambrah di Granada. Selain itu pemukiman dan taman-taman yang indah serta kawasan permandian yang menjadi ciri khas kota Islam di Cordova.
Dalam bidang tata negara, ia membagi imperiumnya ke dalam enam provinsi yang dipimpin oleh gubernur. Ia juga membagi pemerintahannya dalam tiga tubuh, adalah ; yudikatif, perpajakan dan sipil. Dua tahun sebelum wafatnya, Abdul Rahman mendirikan masjid Cordova yang lalu diselesaikan oleh para penerusnya. Abdul Rahman wafat tahun 788 M.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh para penerus Abdul Rahman Al-Dakhil juga membawa kemajuan-kemajuan bagi Spanyol. Hisyam I sebagai amir kedua dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam. Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran dan Abdul Rahman II populer karena kecintaannya kepada ilmu pengetahuan. Pemikiran filsafat mulai mewarnai masa ini. Kegiatan ilmiah semarak dengan hadirnya jago-mahir dari dunia Islam lainnya.
Ketika Abdul Rahman II meninggal pada tahun 852 M, amir-amir yang tiba selanjutnya adalah Muhammad I (852-886 M), al-Mundhir (886-888 M) dan Abdullah (888-912 M) menghadapi banyak tantangan. Konflik politik yang paling dahsyat pada abad ini berdasarkan Watt adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Ibnu Hafsun yang berpusat di pegunungan akrab Malaga. Pendeknya tiga era amir ini diwarnai dengan pemberontakan, baik dari dalam maupun dari luar. Sehingga hampir saja tidak ada pembangunan pada masa ini.
Pengembalian gelar khalifah dalam sistem politik umat Islam di Spanyol yaitu langkah berani yang ditempuh oleh Abdul Rahman III (912 – 961 M.) yang bergelar al-Nashir Lidinillah (penegak agama Allah). Langkah ini dilakukan dengan satu alasan bahwa khalifah Bani Abbasiyah diambang kehancuran sehingga ia merasa pantas menggunakan gelar khalifah yang hilang sejak kekuasaan Bani Umaiyyah. Maka pada tahun 929 M, raja-raja yang berkuasa pada waktu tersebut sudah memakai khalifah.
Abdul Rahman III yaitu khalifah yang paling jago sepanjang kekuasaan umat Islam di Spanyol. Pada masanya, Spanyol mencapai puncak kejayaannya menyaingi kejayaan daulat Bani Abbasiyah. Ia juga menggabungkan antara kultur Abbasiyah Bagdad dengan kultur Spanyol. Abdul Rahman III juga mendirikan universitas Cordova yang perpustakaannya mempunyai ratusan ribu buku. Masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan dan pembangunan kota pun berlangsung cepat.
Kemajuan dalam bidang ekonomi membuat Abdul Rahman III gampang dalam melancarkan aktivitas pembangunan. Pertanian, industri, perdagangan dan pendidikan mengalami kemajuan yang pesat. Di bawah panji pemerintahannya, Spanyol mengalami kemajuan peradaban yang menakjubkan, khususnya dalam bidang arsitektur. Kemasyhurannya sebagai penguasa dikenal sampai Konstantinopel, Jerman, dan Italia. Duta-duta negara lain datang kepada khalifah. Dia disejajarkan dengan Raja Akbar dari India, Umar bin Khattab dan Harun al-Rasyid. Dia termasuk penguasa terbaik dunia.
Pada tahap perkembangan selanjutnya, saat Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Kekuasaan dipegang oleh para pejabat yang rakus. Hisyam layaknya boneka yang bergantung pada majikannya. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur, dilanda kekacauan dan menyulut kehancuran. Akhirnya pada tahun 1013 M dewan menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol terpecah menjadi dinasti-dinasti kecil yang berpusat pada beberapa kota.
C. Kekuasaan Mulku Thawaif di Spanyol
Kekuasaan Mulku Thawaif bermula ketika berakhirnya kekuasaan Bani Umaiyyah di bawah kekuasaan pemerintahan Abd Rahman III yang bergelar “An-Nasir”. Setelah kekuasaan Abd Rahman III akhir, lalu muncullah raja-raja kelompok yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif, penguasa Spanyol diperintah dengan gelar khalifah.
Spanyol kemudian terpecah menjadi tiga puluh negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan (al-Muluk Thawaif) yang berpusat di suatu Kota mirip Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Pada masa ini umat Islam Spanyol kembali memasuki era pertikaian intern, kalau terjadi perang saudara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Nasrani. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Nasrani pada abad ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Di lain pihak kehidupan intelektual terus berkembang pada abad ini, baik para sarjana maupun sastrawan.
Meskipun sudah terpecah dalam beberapa negeri, tetapi masih terdapat kekuatan yang mayoritas, ialah kekuasaan dinasti Murabithun dan dinasti Muwahidun (suatu gerakan agama) yang didirikan Yusuf bin Tasyfin dan Muhammad bin Tumart. Akan tetapi tidak lama setelah meninggalnya kedua pemimpin ini, dinasti Murabithun dan Muwahidun berserakan karena pewarisnya tidak seperti dengan pendahulunya. Keadaan Spanyol kembali runyam, dalam kondisi demikian umat Islam, tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Sevilla jatuh tahun 1248 M.
Pada sekitar tahun 1248 M. hingga tahun 1492 M, Islam hanya berkuasa di Granada di bawah dinasti Bani Ahmar. Peradaban kembali mengalami kemajuan mirip di zaman Abd Rahman An-Nashir, tetapi secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang Islam yang memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah memberontak terhadap ayahnya dengan meminta derma kepada raja Ferdinand dan Isabella. Ternyata Ferdinand dan Isabella tidak menyia-nyiakan kesempatan ini yang tujuannya adalah melenyapkan Islam di Spanyol.
Setelah Abu Abdullah mengalah kalah, beliau kembali hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M, dan pada tahun 1609 M, telah dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.
D. Pengaruh Islam di Spanyol terhadap Peradaban Eropa
Kemajuan Eropa terus berkembang hingga saat ini, banyak berhutang akal pada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di kurun klasik. Banyak terusan bagaimana peradaban Islam menghipnotis Eropa, seperti Sicilia dan perang Salib, adapun saluran yang terpenting yakni Spanyol Islam.
Di ketahui Spanyol ialah daerah yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik bentuk kekerabatan politik, sosial, perekonomian, dan peradaban antar negara. Yang terpenting ialah pedoman Ibn Rusyd (1120-1198 M).
Adapun efek peradaban Islam, termasuk pedoman Ibn Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya cowok-perjaka Katolik Eropa mencar ilmu di Universitas-universitas Islam di Spanyol. Pengaruh ilmunya atas Eropa yang sudah berlangsung sejak periode ke-12 M itu mengakibatkan Gerakan Kebangkitan kembali (renaissance) Yunani di Eropa pada kurun ke-14 M. Dari perkembangan pemikiran Yunani inilah lalu dilakukan penerjemahan dan kajian kitab-kitab Arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Islam di Spanyol telah membidangi gerakan-gerakan penting di Eropa ialah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik (renaissance) pada era ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada kurun ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (autklaerung) pada kurun ke-18 M.
III. PENUTUP
Dari uraian yang dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, mampu dikemukakan beberapa poin penting sebagai kesimpulan, adalah:
1. Kelahiran Islam di Spanyol adalah wujud dari konsekuensi pertentangan yang terjadi di kalangan umat Islam pada abad klasik yang dilandasi dendam kesumat dan bukti kefanatikan umat Islam kepada keturunannya. Di sisi lain, hal tersebut membawa sumbangan kasatmata yang tak terlupakan dalam sejarah umat insan bahkan menjadi jembatan penyeberangan bagi kelanjutan perkembangan ilmu pengetahuan sampai ke dunia barat.
2. Kekuasaan Bani Umaiyyah di Spanyol mampu memberikan kemajuan peradaban Islam di tempat tersebut. Testimoni sejarah memperlihatkan bahwa pada masa kekuasaannnya, Spanyol terutama di Cordova dan Granada menjadi kiblat ilmu pengetahuan. Universitas dan perpustakaan menjadi warna tersendiri bagi Cordova dan Granada. Selain itu, bukti kemajuan peradaban Islam dapat dilihat pada bangunan-bangunan (mesjid dan istana) dengan gaya artistik yang bernilai seni tinggi dan lahirnya para pakar-pakar ilmu pengetahuan.
3. Kekuasaan di Spanyol terpecah menjadi tiga puluh negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan (al-Muluk Thawaif) yang berpusat di suatu Kota mirip Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Pada abad ini umat Islam Spanyol meskipun masih mengalami masa kejayaan namun pada kesannya memasuki kala pertikaian intern, yang kemudian diperparah dengan masuknya Katolik yang pada alhasil menjadikan Islam terusir dari Spanyol.
4. Kemajuan Eropa yang terus berkembang sampai ketika kini ini banyak berutang kebijaksanaan kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di kala klasik. Hal ini dibuktikan banyaknya terusan yang dapat menghubungkan peradaban Islam dengan Eropa, seperti Sicilia, perang salib dan Islam di Spanyol. Pengaruh peradaban Islam di Spanyol termasuk di dalamnya aliran filsafat Ibn Rusyd ke Eropa, berawal dari banyaknya perjaka-pemudi Nasrani Eropa yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol, mirip; Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, Granada dan Salamanca, mereka aktif menerjemahkan buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim termasuk karangan Ibn Rusyd.
KEPUSTAKAAN
Ali, K. A. Study of Islamic History. Delli: Idarah Arabiyah, 1980.
Anbari, Hasan Muarif. et. al, Ensiklopedi Islam Jilid I. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Brockelman, Carl. History of Islamic Peoples. London : Rotledge Kegan Paul,1980.
Dozy, Reinhart. Spanish Islam: A History of The Moslems In Spain. London: Frank Cass, 1972.
Hassan, Hassan Ibrahim. Islamic History and Culture diterjemahkan oleh Jahdan Human dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta : Kota Kembang,1989.
Hitty, Philip K. History of The Arabs. London : Macmilla Prees, 1970.
Ismail, Faisal. Paradigma Kebudayaan Islam; Studi Kritis dan Refleksi Historis..Cet. II; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.
Karya, Soekama. et. al. Ensiklopedi Mini: Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996.
Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Mahmudunnasir, Syed Islam, It`s Concept and History diterjemahkan oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung : PT Remaja Rosda Karya,1991.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Cet. V; Jakarta: UI-Press, 1985.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983.
Watt, Montgomery. Pierre Chacia, A History of Islamic Spain. Edinburg: University Press, 1965.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,1997.
[1]Lihat Hasan Muarif Anbari, et. al, Ensiklopedi Islam Jil. I (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 275. dan Soekama Karya, et. al. Ensiklopedi Mini: Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996), h. 332.
[5]Lihat Syed Mahmudunnasir, Islam, It`s Concept and History diterjemahkan oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung : PT Remaja Rosda Karya,1991),h.284.
[6]Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,1997), h. 88.
[7]Peranan tokoh ini mampu disebut sebagai perintis, penyelidik alasannya adalah dari awal dia sudah menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan Benua Eropa dengan satu pasukan perang lalu mengadakan penyerbuan dan tidak dapat perlawanan berarti. Ia membawa kemenangan dan kembali ke Afrika Utara.
[8]Musa Ibnu Nuzhair yaitu gubernur Afrika Utara yang menggantikan Hasan Ibnu Nu`man seiring dengan peralihan Khalifah Abdul Malik kepada Walid bin Abdul Malik.
[9]Carl Brockelman, History of Islamic Peoples (London : Rotledge Kegan Paul,1980),h.84.
[10]Lihat Badri Yatim, op. cit., h. 89. dan Hassan Ibrahim Hassan, Islamic History and Culture diterjemahkan oleh Jahdan Human dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta : Kota Kembang,1989), h. 91.
[11]Lihat Reinhart Dozy, Spanish Islam: A History of The Moslems In Spain (London: Frank Cass, 1972), h. 161. Cerita tentang lolosnya Abdul Rahman dari pengejaran Khalifah Abbasiyah dan pengembaraannya selama 5 tahun di Palestina, Mesir dan Afrika Utara dengan cara menyamar yaitu merupakan episode yang paling dramatik dalam sejarah Arab. Uraian secara detail baca K. Ali A. Study of Islamic History (Delli: Idarah Arabiyah, 1980), h. 307.
[12]Syed Mahmudunnasir, op.cit., h. 284.
[13]Lihat: Montgomery Watt, Pierre Chacia, A History of Islamic Spain (Edinburg: University Press, 1965), h. 30.
[14]Ibid.
[15]Lihat Badri Yatim, op. cit., h. 103.
[16]Lihat W. Montgomery Watt, op.cit., 36.
[17]Lihat Badri Yatim, op.cit, h. 59
[18]Lihat W. Montgomery Watt, op.cit., 37.
[19]Lihat Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 584.
[20]K. Ali, op.cit., h. 309-310.
[21]Badri Yatim, op.cit, h. 97.
[22]Badri Yatim op. cit. h. 98
[25] Ibid., h. 108-109.
0 Komentar